Hati Yang Kau genggam

15 1 0
                                    

Bagaimana aku bisa mengatakan, aku kehilanganmu. Jika sampai saat ini aku tidak mendapatkanmu.

"Oh, iya Mas. Aku tadi ketemu lagi dengan laki-laki yang kapan hari menabrak ku,"

Untuk memecah keheningan aku bercerita tentang Reyhan pada Mas Alshad. Selama ini aku terbiasa menceritakan hari-hariku padanya.

"Laki-laki mana?"

"Itu loh, waktu beli cincin, pas kita baru saja keluar dari toko. Terus ada laki-laki kan yang nabrak aku. Itu dia, sekarang dia juga mahasiswa di kampus."

"Yang Tuna netra itu? Kok bisa?''

"Iya, Namanya Reyhan Ahmad. Hari ini, hari pertama dia kuliah di kampus."

"Kok bisa dia kuliah di sana, maksudku dia kan tuna netra."

"Aku juga gak faham. Kaget juga tadi pas lihat dia ada di sana, apalagi pas tahu dia ternyata kuliah di kampus juga,"

"Mahasiswa istimewa berarti. Paling iQ nya tinggi. Kalau gak begitu, mana bisa dia kuliah di universitas normal seperti itu.''

"Mungkin, aku amati dia cukup humble juga. Kita bertemu baru dua kali, tapi sudah lumayan akrab."

"Ngobrol apa saja memangnya?"

"Banyak, nyambung juga kalau di ajak bicara. Padahal saat itu kita ada di perpustakaan, dan dia sedang membaca buku."

"Oh, kalian ketemu di perpustakaan."

"Iya, dia membawa buku miliknya sendiri."

"Buku Braille gitu?"

Aku mengangguk. Aku pun baru pertama kali melihat  buku Braille. Buku itu dicetak dengan huruf timbul dengan kombinasi enam titik yang disebut huruf braille. Nama simbol dan huruf timbul itu diambil dari seorang tunanetra penemunya, Louis Braille yang kehilangan penglihatannya sejak berusia 3 tahun.

"Tapi sekarang sudah banyak, kok alat bantu khusus tuna netra. Tidak hanya buku Braille, terakhir yang aku tahu ada juga buku audio, buku elektronik."

Aku manggut-manggut. Meskipun begitu kasihan juga. Mereka luar biasa, bisa menjalani hidup meskipun harus kehilangan satu panca inderanya.

Aku belum tentu bisa sekuat itu. Reyhan hebat, dia bisa sejauh ini menjalani hidupnya. Bahkan bisa ada di salah satu universitas tanpa takut di kucilkan sebab tidak ada yang seperti dia.

"Dia ambil jurusan apa?"

"Tidak tahu, aku belum menanyakan. Besok kalau bertemu lagi, aku akan menanyakannya."

"Besok?"

"Iya,"

"Kamu mau bertemu dengannya lagi?"

"Yah, kalau ketemu. Kami tadi sepakat untuk menjadi teman," ujarku dengan senyum mengembang.

"Secepat itu?" tanya Mas Alshad seakan tidak percaya.

Aku mengangguk.

"Dia cukup menyenangkan, kasihan juga kan kalau di kampus tidak punya teman."

"Kamu berteman karena kasihan dengannya?"

"Tidak juga, seperti kataku. Dia menyenangkan."

"Hmmm..." Mas Alshad berdehem.

Kalau di pikiran, pertemuanku dengan Reyhan seakan sudah di rencanakan. Pertama bertemu di jalan dan kedua langsung berteman sebab pertemuan yang Kebetulan. Aneh juga kan, di antara banyak tempat di perpustakaan dia datang ke tepat di tempatku.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang