Tidak Semuanya Sama

10 1 0
                                    

Pada akhirnya, kita diminta untuk memilih. Dia yang pergi atau kita yang dulu meninggalkannya.

Sebab, tidak ada cerita cinta indah yang didalamnya ada tiga hati.
. . .
. .
.
.

Pov : Muhammad Alshad Al Fahri

Menjelang pernikahan aku tidak bisa membagi waktu dengan Nimas. Aku sibuk sendiri dengan persiapan pernikahan, sedang dia sibuk dengan kuliah dan TEMAN BARU LAKI-LAKINYA.

Aku tidak bisa mencegah, aku pun juga tidak lagi bisa menekan. Dia sudah besar, ayahnya pun tidak keberatan dengan perteman Nimas dengan Reyhan.

"Lambat laun Nimas juga harus lepas darimu," kata Paman Abdulrahman_ayah Nimas. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan paman, paman aman.

"Tapi, Alshad takut jika Nimas hanya dipermainkan." Balasku mengeluarkan isi pikiranku.

Paman aman tersenyum. Menatap depan. Halaman rumahnya Asri dengan jejeran pot-pot bunga yang biasa sirami oleh Bibi Fatmawati_Ibu Nimas.

"Kita tidak boleh berprasangka buruk pada seseorang. Barangkali, teman baru Nimas bisa membuat Nimas lebih baik lagi. Kamu tahu betul bagaimana Nimas. Dia tidak gampang akrab dengan seseorang, kecuali jika orang tersebut bisa membuat dia nyaman,"

Aku membenarkan hal itu. Nimas selama ini kurang bergaul dengan orang sebab merasa was-was dengan orang yang belum ia kenal. Bahkan andaikan ada yang ia kenal dia itu pun butuh waktu yang lama untuk menyesuaikan.

Tapi, dengan Reyhan dia bisa langsung akrab. Bahkan aku merasa Nimas sangat nyaman, sampai lupa bahwa dia adalah orang baru yang ia kenal.

"Tetapi saja Alshad tidak bisa membiarkan Nimas lepas begitu saja,"

"Paman senang kamu masih terus memperhatikan Nimas. Kasih sayang kamu ke Nimas. Kamu sudah sangat menjaganya. Paman berterima kasih akan hal itu. Dia anak tunggal, tapi dia tidak pernah kekurangan kasih sayang dari saudaranya."

"Itu karena aku juga anak tunggal, Paman. Jadi kita saling melengkapi."

Ku teseduh teh hangat yang disediakan oleh bibi Rahmawati. Hawa hangat menjelujur ke dalam tubuh setelah aku menelan teh tersebut. Malam semakin larut, tapi aku masih ingin menghabiskan waktuku dengan paman aman.

Setelah tadi aku bertengkar dengan Nimas sebab salah faham. Aku melanjutkan pembicaraan dengan paman aman tentang Nimas yang mulai dekat dengan Reyhan.

Aku kira aku akan mendapatkan dukungan. Akan tetapi ternyata paman malah mendukung saja perihal perteman mereka. Walaupun sudah aku katakan jika reyhan tuna nerta.

"Bagaimana dengan persiapan pernikahanmu?" tanya Paman Aman

"Alhamdulillah hampir semua sudah selesai. Pernikahan akan dilangsungkan tujuh hari setelah pertunangan. Doakan saja paman,"

"Amin... Paman selalu mendoakan kamu. Semoga pernikahan kalian langgeng. Nadia anak yang baik, kamu beruntung mendapatkan dia. Dia sama baik sepertimu,"

Aku tersenyum. Iya, aku beruntung mendapatkannya. Hal lain yang paling utama dari keberuntunganku mendapatkan Nadia adalah karena dia sudah terbiasa dengan lingkungan hidupku. Tidak hanya menerimaku, tapi juga keluargaku pun Keluarga Nimas yang tidak mungkin aku tinggalkan.

Bagiku paman aman dan Bibi Rahmawati adalah orang keduaku. Sebab sejak kecil pun aku lebih dekat dengan mereka ketimbang orangtuaku. Bukan karena orang tuaku buruk, hanya saja pekerjalah yang membuat kami jarang sekali berkomunikasi.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang