Dia Pergi

19 1 0
                                    

Waktu yang mempertemukan, waktu yang memisahkan, waktu pula nanti yang akan menjawab setiap pertanyaan.

Apapun menyimpan alasan, yang kadang perlu waktu untuk menjelaskan.

POV. Muhammad Alshad Al Fahri.

"Kamu sholat berapa rakaat? Sampai satu jam lebih kami menunggumu?" Omel Naina_pertugas Wo yang setengah laki-laki setengah lagi perempuan itu.

Aku mengetahui namanya setelah sadar jika ada papan nama kecil di bagian baju seragamnya.

"Gak usah banyak tanya. Mana yang harus aku pakai?" tanyaku langsung dengan mengedar pandang pada kebagian ke gaun dan jas.

"Ini, pakai. Cepat! Seharusnya kalian sudah kembali sejak setengah jam yang lalu. Para tamu sedang menanti kalian. Tapi, ini pengantin pria malah kayak kabar dari acara." Naina masih terus mengomel.

Aku tidak merespon. Segera aku ganti jasku dengan warna yang senada dengan gaun nadia. Dia sudah siap dan menjelma menjadi sosok putri raja. Dia duduk menantiku dengan senyum teduhnya.

"Maaf ya sayang..." Kataku.

Aku tidak memberikan alasan. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Sebab setelah dari aula_menguntip penampilan Nimas dan Reyhan lagi. Aku berjalan tak tentu arah. Duduk termenung entah apa yang aku pikirkan.

Rasanya ada ruang kosong di dalam hatiku. Hanya kehampaan dan juga hembusan angin yang terasa.

Hingga adzan dhuhur yang membangunkan aku dari dunia khayal. Tersadar jika aku sudah termenung tanpa kejelasan hampir satu jam. Lulu dengan langkah cepat aku menuju kamar dan menunaikan sholat dhuhur. Barulah, aku kembali keruang ini.

"Tidak apa-apa. Mas kecapekan, ya? Apa tadi sempat ketiduran?" tanya Nadia.

Aku menarik bibirku simpul. Lalu mengangguk. Entah mengapa aku berbohong kepadanya?

Baru tadi pagi, kami menjadi suami istri tapi aku sudah membuat kebohongan kepada dia.

"Selesai. Ayo! Kita ke aula... Banyak tamu yang menunggu kalian," kata Naina.

Nadia berdiri. Dengan sigap aku meminta tangannya untuk aku tutun dia berjalan.

Naina membuka pintu, kami keluar. Naina mengikuti langkah kami di belakang. Sambil memastikan gaun yang dikenakan Nadia tidak tersangkut apa-apa. Dia sedikit memegangi belakang gaun Nadia.

Kita tidak lewat pintu belakang aula. Akan tetapi di bagian sisi aula. Saat kami masuk, semua orang berdiri dan bertepuk tangan.

Mendengar tepuk tangan tersebut, aku kembali merasai siapa diriku saat ini. Pengantin pria yang sedang membawa pengantin wanitanya keatas pelaminan.

Ku lebarkan senyum dan salam penghormatan pada beberapa orang yang menyapa dari tempat duduk mereka.

Nadia berjalan pelan disampingku dengan anggun. Dia pun tidak melepaskan senyuman dari wajahnya.

Aku harap, saat ini dia bahagia. Menjadi dia ratu, tidak hanya saat ini namun seterusnya.

"Kamu cantik sekali," ucapku saat kamu sudah duduk di atas pelaminan.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang