Gugatan Cerai

44 5 3
                                    

Malam itu aku sudah bersiap untuk pulang. Menunggu mas Alshad datang. Tidak menyangka jika jarak memang bisa membuat seseorang menyadarkan dirinya.

Hatiku luluh lantah sebab di abaikan, beribu cara terlah aku lakukan untuk mengabdi padanya. Namun bayang cinta semu terus saja menghantui dirinya.

Aku adalah istrinya, maka dia adalah milikku seutuhnya. Bagaimana caranya, raga, hati dan pikiran akan aku pusatkan untuk diriku saja. Tidak ada lagi orang ketiga.

Aku membuka ponselku, membuka laman WhatsApp dan mulai mengscrall pesan-pesan singkat dari mas Alshad.

-Mas Alshad

[Hai, sudah tidur kah? Kamu kapan pulang? Aku akan menjemputmu nanti.]

Malam itu aku memang tidak bisa tidur. Itu kali pertama aku dan mas Alshad tidak tidur dalam satu ruangan.

Aku mendera penyakit rindu, sesak dan gelisah tanpa arah. Sudah berusaha aku memejamkan mata, namun tetap saja aku tidak bisa.

Sedang ingin menelpon tidak aku lakukan sebab saat itu sedang satu kamar dengan sepupu lainya. Mengirim pesan pun sudah aku lakukan. Hanya saja tidak juga menemukan balasan.

Dia memang sibuk, dia memang ada proyek besar. Sehingga sering pulang telat. Itu lebih bisa di tolerir dari pada dia sibuk memikirkan perempuan lain.

Pesan singkat malam itu sukses membuatku bahagia tidak kepalang. Pasalnya, yang aku kira di sudah tidur pulas tenyata masih begadang. Aku mulai membayangkan jika dia sama susahnya mendapatkan kenyamanan. Dia pun sedang merasakan kerinduan sepertiku. Kegelisahan yang tidak menentu sebab kami pisah ranjang.

[Aku kembali dua hari lagi, mas. Senang sekali jika mas akan menjemputku. Apa mas sedang merindukanku? (Emoticon love)]

Balasku.

Sengaja aku tidak langsung memberikan dia langsung jawaban. Aku ingin dia merasakan kegundahan sebab pesan yang tidak kunjung di balas.

Dia sering melakukan hal itu kepadaku. Dan aku ingin membalasnya. Biar dia tahu, menunggu itu menyebalkan.

Di hari yang aku nantikan. Di hari dimana aku mengira bahwa cinta kami akan berlabuh dan akan meninggalkan semua jejak masa lalu yang tidak berarah, ternyata semua salah.

Di saat dia datang menjemputku di antara ritikan hujan aku menyambutnya dengan penuh kasih sayang. Aku membawakan kehangatan dan juga kerinduan yang menderu biru dalam hatiku.

Malam itu, aku begitu menginginkannya membawa segenap jiwa. Berharap penuh dia akan mengatakan, "Nadia, aku merindukanmu. Nadia, ternyata aku tidak bisa hidup denganmu. Nadia, jangan lagi meninggalkan aku." Namun yang terjadi malah petaka.

Saat mas Alshad sedang menemui orang tua ku, aku sengaja masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu. Untuk meletakkan beberapa oleh-oleh yang aku dapatkan dari perjalanan ku.

Akan tetapi saat aku sedang sibuk menata oleh-oleh itu, aku menemukan buku terjatuh dari laci dasbor. Aku langsung memungutnya, aku penasaran dengan buku yang tidak asing bagiku. Seperti pernah melihatnya.

Saat itu juga aku membuka lembaran demi lembaran buku tersebut, membacanya dan langsung mengerti kesimpulannya.

Air mataku tidak bisa aku bendung, suara serak sebab tersedu keluar begitu saja. Hujan kian lebat, sehingga tangisku hanya bisa aku dengar sendiri saja. Sedang orang yang ada di dalam rumah sama sekali tidak mengetahui apa-apa.

Aku terus membaca setiap lembaran buku diary yang aku tahu milik siapa. Setiap lebarannya membuat tusukan dalam jiwa.

Bagaimana bisa buku itu ada di dalam mobil mas Alshad? Itu adalah sebuah pertanyaan yang terngiang-ngiang dalam benak.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang