Kisah Yang Ia Ceritakan

12 0 0
                                    

Boleh saja kamu mengeluh. Boleh saja kamu tidak menerima keadaan. Namun, jangan sampai kamu mengkhianati takdir Tuhan.

Tidak aku sangka, satu pertanyaan yang di lontarkan Reyhan tadi membuat kami diskusi hingga sejauh ini.

Aku mulai mengetahui bagaimana dia mulai kehilangan penglihatannya. Dia menceritakan banyak hal tentang keluarga yang senantiasa memberikan banyak semangat dalam hidupnya. Bagaimana mereka terus menjadikan dia orang yang berguna meskipun sudah kehilangan satu panca inderanya.

Kisah masa lalu, yang ternyata bandel dan susah di atur. Suka kelayapan bersama teman dan juga nongkrong tidak jelas aturan. Itu semua dia rasakan di saat dia menginjak usia tujuh belas tahun. Masa keemasan seorang anak yang mulai menemukan kebebasan dan hak untuk memilih pergaulan.

Saat usiaku tujuh belas tahun pun aku merasakan gairah yang tidak biasa. Aku merasakan kebebasan, aku sudah bisa leluasa mengatakan 'Iya dan Tidak'. Orang tua mulai merenggang ikatan. Tidak lagi selalu di tanya kemana dan untuk apa? Berganti, aku mau kesini, yah. Aku akan melakukan ini. Kitalah yang berganti meminta izin dan mengatakan apa yang kita mau. Yah, walaupun tetap perhatikan orang tua tidak luput dari kita. Bahkan mungkin sampai kita tua pun perhatian orang tua tidak akan lepas dari kita.

Sebab sebagian pun umur kita, bagaimana kita. Kita adalah seorang anak bagi orang tua kita. Tetap menjadi prioritas utama dan tidak bisa tergantikan.

Krucuk Krucuk

Alisku terangkat. Melihat ke arah perut Reyhan. Lalu menatapnya dengan senyum lucu. Dia meringis memamerkan gigi depannya.

"Lapar," katanya.

Ku lihat jam tangan. Sudah waktunya makan siang.

"Ayo kita makan," ajakku seraya membereskan buku-buku yang tadinya aku ingin pinjam.

Dia pun melakukan hal yang sama. Membereskan barang-barang miliknya.

Kami pergi ke guru penjaga. Memberikan buku yang aku pinjam, lalu setelah mendapatkan kartu pinjam, aku masukan buku tersebut di dalam tas ranselku.

Berat sekali. Ada tiga buku besar memenuhi tasku tersebut. Ini demi mencari referensi tugas-tugas kuliahku. Aku juga harus menyiapkan skripsi.

"Ayo..." Ajakku.

Reyhan tidak mengambil buku apapun. Yah, tentu saja. Hal itu percuma kan? Dia tidak bisa membacanya.

Dia diperpustakaan hanya mencari tempat yang nyaman. Jauh dari kebisingan dan sorakkan yang membuat hati meradang.

Kata banyak orang, perpustakaan adalah tempat orang baik. Dimana mereka menerima semua kalangan namun tidak memiliki pemikiran untuk mengusik pemikiran orang sekitar. Mereka terlihat individu namun toleransi mereka sangatlah tinggi.

Saat kalian datang ke perpustakaan, kalian seperti ada di dunia kalian sendiri. Dimana tidak akan ada yang mencari kesalahanmu apalagi persoalanmu. Kamu dengan hidupmu dan dia atau mereka dengan kehidupan mereka. Selesai.

"Aku bisa minta tolong," kata Reyhan. Sejak tadi dia berjalan di belakangku.

"Apa?"

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang