Salah Sebut Nama

24 3 1
                                    

Bukan Hilang, namun Melepaskan.
Jika hilang, maka itu tidak akan di pertemukan. Sedang, jika melepaskan itu tandanya aku mengikhlaskan

.
.
.
.

"Husain sangat pintar. Anak seusianya sudah bisa menguasai segala macam game. Ayah kalah telak ka melawan dia," ujar ayah kegirangan.

"Kamu memang payah, yah. Masak kalah sama anak kecil." lontar ibu

"Aku sudah lama tidak main game. Wajarlah!"

"Bilang saja gak jago,"

"Kata siapa. Dulu ayah sering main game saat Alshad masih kecil. Dia sama jagonya dengan Husain kecil tadi."

Ibu dan ayah terus memperdebatkan permainan yang mereka lakukan dengan Husain tadi. Kalah, menang hingga apa saja yang mereka mainkan. Sampai lupa waktu sangking serunya.

Ngomong-ngomong soal mas Alshad. Aku belum membalas pesannya tadi.

Aku menepuk jidat, lalu segera mengambil ponselku. Ku nyalanya lagi ponsel tersebut dan langsung  menemukan beberapa pesan yang baru saja masuk. Semua itu dari mas Alshad dan beberapa lagi dari mbak Nadia.

"Astaghfirullah..." Kataku lirih sambil menyecroll pesan-pesan dari mereka.

"Ada apa, Nduk?" tanya ibu mendengar aku melafalkan istighfar.

"Aku lupa balas pesan dari mas Alshad, buk. Hehehe." Jawabku.

Segera aku membalas pesan-pesan tersebut.

[Aku, ibu dan ayah tadi jalan-jalan. Mumpung ada waktu. Jadi maaf, ya mas baru bisa balas pesannya. Ini sudah mau pulang, kok.]

Lalu ku kirim pesan tersebut pada mas Alshad. Aku kirim juga satu pesan yang sama pada mbak Nadia. Pasti dia juga ikut khawatir.

Kedua calon suami istri tersebut, akhir-akhir ini menghabisikan waktu berdua saja. Baguslah, setidaknya aku tidak harus melihat mereka bermesraan. Untuk kesehatan hati, untuk sementara waktu aku pun harus menjauh dari keduanya.

"Pasti masmu itu kalang kabut," komentar ayah.

"Hehehe... Iya. Banyak panggilan yang dari mas Alshad. Pesan saja sampai puluhan," kataku.

"Memang kamu tadi tidak ngabarin kalau kita mau pergi,"

"Enggaklah, buk. Ngapain?"

"Biasanya kan kalian hubungan terus. Wajar saja kalau Alshad sampai gitu,"

"Sekarang gak lagi, buk. Kan mas Alshad sudah mau nikah. Gak enak sama mbak Nadia kalau aku terlalu dekat dengan mas Alshad."

"La memang kenapa? Toh, kalian kan memang saudara. Sudah sewajarnya kalau dekat," bantah ibu.

Aku harus bagaimana ngomongnya? Ibu dan ayah tidak mengetahui jika anaknya memiliki rasa yang selama ini di pendam dalam yang bisa mengakibatkan banyak hubungan berantakan.

"Nadia cemburu sama kamu?" Tanya Ayah sebab aku tidak juga menjawab celahan ibu.

"Enggak. Dia bahkan ikut khawatir sama aku. Ini tadi juga menanyakan keberadaanku,"

"La terus kenapa kamu gak enak?" tanya Ayah.

"Ya gak enak saja. Nimas ya harus berusaha memberikan waktu buat mas Alshad dan Mbak Nadia untuk berdua saja kan. Kalau ada Nimas, adanya mereka bakalan fokus sama aku ketimbang hubungan mereka berdua."

"Tapi, ya jangan sampai gak menghubungi kayak gitu. Apalagi Alshad kalau gak kamu kabari sudah kayak orang gak waras. Kalang kabut gak jelas, eh... Yang di khawatirin santai-santai gak mikirin perasaannya," balas ayah.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang