{Ada seseorang yang mengatakan, jika sebuah pertemuan adalah salah satu jalan takdir Tuhan. Sama halnya dengan sebuah perpisahan. Keduanya terikat satu sama lainya seperti siang dan malam}
"Apakah mamamu selalu lama seperti ini?"
"Yah, lumayan.... Tapi, aku senang. Ada paman yang menemaniku." Ujar anak itu sambil tersenyum pada orang yang di sebelahnya.
"Lain kali, aku tidak akan mau lagi menemaninya."
"Reyhan? Apa kamu Reyhan?" tanyaku pada laki-laki yang sejak tadi mengusik pemandangan ku. Dia membelakangi ku. Duduk berjajar dengan seorang anak laki-laki yang kira-kira berusia enam tahu. Anak kecil tersebut sedang memainkan ponsel ditangannya.
"Siapa?" Reyhan membalikkan badan.
Senyumku langsung berkembang saat aku tidak salah mengenali orang. Anak kecil disampingnya juga ikut menoleh ke arahku.
"Aku, Nimas."
"Nimas? Kamu disini?" tanya Reyhan. Dia meraba pada kursi dan berusaha berbalik menghadap ke arahku.
Anak kecil disampingnya melihat keheranan. Mungkin karena pertama kali dia melihatku.
"Iya. Aku bersama orangtuaku."
"Oh... Assalamualaikum...salam Om, Tante." Ucapnya sambil menunduk.
Aku tersenyum. Sebab orang tuaku belum ada di depannya. Mereka masih ada di toko sebelah untuk mengurus pembayaran. Yah, mereka sekalian mencari baju untuk mereka kenakan nanti saat pertunangan mas Alshad.
"Paman? Siapa dia? Pacarmu?" tanya anak laki-laki tersebut. Dia melihat Pamannya keheranan.
Aku mengangkat alis sebab asumsinya yang salah.
"Hai, Husain. Jangan sembarang kalau ngomong. Dia temanku, namanya emmm..." Reyhan sedang memikirkan bagaimana dia mengenalkan aku pada keponakannya.
"Nimas, panggilan saja kakak atau Tante juga boleh." Sahutku sambil membungkuk di depan Husain_nama keponakan Reyhan. Ku ulurkan tangan untuk bersalaman.
"Salam kenal, Tante cantik. Aku Husain Akbar. Andaikan aku sudah dewasa pasti aku akan langsung melamar mu, tente."
"Hah!" Antara terkejut dan ingin tertawa. Seorang anak laki-laki sedang merayuku.
"Ma_ma_maaf Nimas. Dia memang kurang pendidikan," kata Reyhan sambil merangkul Husain sambil menutup mulutnya.
"Hehe... Tidak apa. Senang bertemu denganmu, Husain. Anak yang pintar," ungkapku sambil mengusap rambut halusnya.
Usianya enam tahun. Dia sudah berani merayu gadis yang jauh di usinya. Dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dia pula anak laki-laki yang tampan. Putih, bersih, bulu mata lentik dan juga pipi yang menyembul. Mengemaskan sekali.
"Nimas!" Panggil ayah.
Aku menoleh kearah orang tuaku yang sedang menghampiri kearah kami.
"Ayah, ibu kenalkan. Dia Reyhan, temanku di kampus,"
"Assalamualaikum, Tante, Om..." Reyhan mengulangi hal yang sama untuk kedua kalinya.
Reyhan menyodorkan tangan tidak pas pada orangtua ku. Membuat ayah dan ibu terheran.
"Paman! Di sini orangnya!" Seru Husain sambil mengarahkan tangannya ke depan orang tuaku.
"Waaikumsalam, reyhan." Balas ayah sambil menyambut uluran tangan Reyhan. Ibu pun melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undesirable (On Going)
Roman d'amourNimas Khirun Nisa, gadis yang telah menyimpan perasa terhadap kakak sepupunya_Alshad selama bertahun-tahun. Dia tidak memberitahukan perasaannya itu kepada siapapun. Diam itu membuat dia mengalami patah hati yang cukup dalam. Sebab dia harus menerim...