Rasa yang Berlahan Hilang

15 0 0
                                    

Boleh kamu berlari, namun jika dia adalah takdirmu untuk kembali. Apa yang bisa kamu lakukan?

"Nimas?!" Suara itu langsung menghentikan langkah ku. Dari arah depan Mas Alshad terburu menghampiriku. Wajahnya penuh dengan ke khawatir.

"Kok di sini?" tanyaku

"Bisa-bisanya kamu sesantai itu. Seharian kamu di mana? Di cariin kayak orang hilang."

"Aku di sini, gak kemana-mana."

"Kenapa chat dan panggilanku tidak di jawab?"

"Tadi di perpustakaan, jadi aku non aktifkan."

"Bikin orang khawatir saja. Aku susah gak tahu kabarmu seharian!"

"Kenapa harus susah sih, Mas. Lawong sudah ada Mbak Nadia, kenapa gak habisin waktu sama dia."

Tanpa peduli aku berjalan lebih dulu. Sebab saat aku menanggapi perkataan dengan hati, itu akan memicu patahnya hati.

Dia perhatian, dia sayang dia memprioritaskanku. Namun dia bukanlah jawaban dari doa-doa yang aku panjatkan. Lalu untuk apa, melanjutkan hubungan yang akhirnya akan mendatangkan luka?

"Hai, Mas lagi ngomong Lo... Malah di lewati gitu saja." Protesnya.

"Iya... Iya... Besok lagi aku akan kasih kabar," balasku

Langkah kami menuju parkiran. Di sana aku menuju ke arah sepedah motorku.

"Bareng sama, Mas aja. Motor mu biar di bawa orang nanti."

"Gak! Aku mau pulang sendiri."

"Kok bantah?!"

"Gak bantah! Aku pengen pulang sendiri. Itu kemauanku!"

Segera aku pakai helm ku, dan bersiap untuk mengemudi.

"Gak! Kamu pulang sama aku!"

Mas Alshad menghadang di depan motorku.

"Mas, jangan kayak anak kecil, deh. Malu di lihatin orang - orang. Di kita aku berantem lagi sama kamu."

"Biarin! Kamu turun! Ikut pulang naik mobil, Mas."

Dengan paksa Mas Alshad menarik tanganku. Sukses meloloskan aku dari kemudi motor. Mencopot helm lalu menarik paksa ke arah mobilnya terparkir.

Aku mencoba melepas genggamannya. Semakin aku mencoba semakin kuat cengkramanya.

"Sakit, Mas..." Ujarku.
Dia tidak tahu, hal itu semakin menyakitkan bagiku. Aku berusaha berlari menjauh, namun dia tidak ingin melepaskan aku.

Andai dia tahu, tidak hanya pergelangan tanganku yang saat ini terluka sebab genggamannya, tapi juga hatiku yang ingin sekali bisa lolos dari semua rasa sesak sebab tidak bisa memilikinya.

"Masuk!"

Dia membuka pintu mobil. Dengan keras dia menatap tajam ke arahku. Tidak peduli dengan rasa sakit dan kesalku.

Mau tidak mau aku pun masak ke dalam mobil. Baru setelah itu dia ke arah lain, masuk di bagian kemudi.

Aku diam, merasai hatiku yang di hantam kepedihan. Tidak peduli ke mana arah mobil ini melaju, aku hanya ingin menyimpan rasa pedihku, berusaha tidak menampakkan rasa yang terpendam.

"Sejauh apapun kamu berlari, Mas akan mengejarmu, Nimas."

Rintik hujan tiba-tiba menjadi backsound kami. Ku lihat kaca mobil mulai basah akan rintikan hujan.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang