Milikku

22 1 0
                                    

{Lari dari apa yang menyakitimu, itu tidak akan menyelesaikan sesuatu. Maka, terlukalah hingga kamu sembuh.}

* * *
* *
*

Sehabis magrib, benar mereka pulang semua. Di kawal oleh dua mobil polisi untuk pulang kerumah mereka masing-masing.

Aku baru tahu, jika mereka kesini pun satu rombongan, itupun kendaraan busnya Reyhan yang menyiapkan.

Aku masih terheran-heran akan kejadian hari ini. Semestinya aku sudah sesenggukan dikamar atau bahkan dipojokan. Namun, diluar expetasi aku malah bersenang-senang. Kehadiran teman-teman membuat aku melupakan hari patah hatiku.

Aku tidak tahu, apakah dia ini hanya kebetulan atau memang sudah direncanakan.

"Kita pulang juga, kan?" tanyaku setengah rumah sepi.

Mbak Nadira memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sejak sore tadi. Di jemput langsung oleh suaminya. Sayanganya aku tidak bertemu dengan suami mbak Nadira. Pastilah dia laki-laki baik, sebab mbak Nadira wanita baik. Dia sangat menjaga kehormatan suaminya. Meskipun dia sendiri dan tidak pernah bersama suaminya, akan tetapi sikap mbak Nadira saat ditanya tentang suaminya, dia selalu menjawab bahwa suaminya sedang ada urusan, pekerjaan dan menyampaikan salamnya pada orang tersebut.

"Maunya sih, nginep... Tapi_"

"Rey, gak usah aneh-aneh deh. Ayo pulang, tadi janjinya sama ayah jam delapan malam sampai rumah." Sahutku.

"Iya... Iya... Kita pulang. Tapi, makan malam dulu, ya. Aku lapar," pintanya.

"Loh, dari tadi kamu ngapain? Gak makan?"

"Gak kamu siapin. Jadi ya gak makan."

"Dih, emang aku baby sistermu."

"Kan calon istri, hehehe..."

Aku melangkah dulu kedalam rumah. Sepi bak tak berpenghuni. Hanya ada dua ibu-ibu yang membantu tadi saat membersihkan rumah dan menyiapkan hidangan sebelum magrib tadi.

"Mau makan apa?" tanyaku

"Apa sajalah, adanya apa?" tanya balik Reyhan dia sudah duduk diruang tengah sambil menyangga kepalanya. Tangannya menyandar tepian sofa.

"Aku kalau lihat kamu kayak gitu, udah kayak kamu bisa lihat aku, deh Rey... Kamu hafal betul posisi rumah ini. Tanpa arahan kamu bisa sampai kemana-mana."

"Karena ini rumahku. Aku lebih lama melihat dari pada buta. Jadi wajar hal itu, beda kalau dikampus atau tempat lainya. Aku bisa nabrak siapa saja." Balasnya dengan terkekeh.

Aku mengambil piring, menambah nasi diatasnya berserta lauk pauknya.

"Tinggal ayam bakar sama sambal," kataku memberitahukan persediaan makanan.

"Iya... seadanya saja."

Mendengar jawabannya aku membawa piring tersebut padanya. Meletakkan di atas meja kaca yang ada dihadapannya. Tidak lupa aku menuangkan air putih pada gelas juga dan menyiapkannya di samping piring tersebut.

Reyhan turun dari sofa. Bersila lalu mulai meraba piring tersebut. Setelah menemukan sendok dan mengetahui letak piringnya dia mulai makan.

Aku duduk di sampingnya. Bersila juga, aku turunkan daguku di atas meja kaca. Tidak nyaman, aku melipat kedua lenganku untuk aku jadikan bantalan. Melihat Reyhan lahap makan.

"Kenapa juga kamu mengadakan acara seperti ini. Perayaan jadian, udah kayak jadian beneran aja," setelah sekian waktu aku berhasil mengeluarkan unek-unekku.

Undesirable (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang