14 + 1 = 15

1.1K 115 5
                                    

Shubuh-shubuh, anak-anak keluarga Jung sudah terjaga dikarenakan keributan tetangga depan rumah mengundang anak-anak Jung untuk menguping dan dikemudian hari akan mereka jadikan bahan ghibah baru.

Sungchan jadi yang paling loyo saat menguping. Tolong, waktu berharganya mengapa harus sia-sia karena sebuah bahan ghibah. Tapi tak munafik, Sungchan juga tak suka saat ia mendadak menjadi tukang keong saat ghibah nanti.

“Kak Haechan banyak tingkah banget lagian anjir. Ngapain coba dia bawa-bawa uler pas shubuh ke rumah.”

“Lo kayak yang ngga nyadar diri gitu loh Gyu. Lo sendiri lebih banyak tingkah monmaap!” serang Jeno pada Beomgyu.

“Sudah diam. Hentikan keributan ini untuk satu detik ke depan.”

“Ayo mulai lagi.”

Mark sibuk mengintip di sela kaca jendela. Jeno juga Beomgyu sibuk pasang telinga di daun pintu, dan Sungchan menyalakan alat perekam yang tersedia di fitur gawainya.

“Dia mau ngapain bawa ular katanya?”

“Mau buat atraksi dia katanya disekolah. Wih anjir! Gue ogah boncengin dia kalo gitu!”

“Salah denger lo Bang. Yang bener tuh Kak Haechan mau jualin itu ular ke online shop. Nah loh A', ada saingan.”

Beomgyu sukses mendelik pada Sungchan. Seketika mood mengupingnya menguap entah kemana.

“Ga peduli!” sentak Beomgyu pada si bungsu. Tubuhnya dibawa mendekat ke arah Jeno, lengan kakaknya itu Beomgyu gelendoti hingga si empunya sendiri merasa sedikit risih. “Bang, besok bantuin gue cosplay jadi monyet jadi-jadian ya? Mau gue jual juga di online shop...”

Jeno reflek saja menepis tangan Beomgyu yang menempel di tangannya. Alisnya menukik samar. Sarat emosi yang sempat naik kepermukaan namun urung. “Jangan kurang ajar lo. Tapi ide lo bagus juga. Tapi lagi, gue ogah lo promosiin!”

Mark mendecak mendengar keributan ketiga adiknya. Ini sesi mengupingnya kan jadi terganggu. Mark mana bisa tenang jika ghibahannya kekurangan inti begini.

“Diem dulu anjir! Itu liat, bagian intinya kan ketinggalan!”

“Pantat Kak Haechan nanti pagi panas tuh pasti. Aunty Chitta mah ngga main namparnya, langsung pake sapu lidi.” tebak Beomgyu.

“Keluar ga lo Jen? Bantuin itu be-ep-ep-nya lo. Kasian bener.” ujar Mark terkhusus pada Jeno. Matanya menatap prihatin pada Haechan yang meringis kecil saat kumpulan batang lidi itu dengan lincah menyabet pantatnya tanpa ampun.

Jeno sontak mendelik. Ia tahu akal-akalan Kakaknya. “Lo kalo demen mah bilang. Jangan jadiin gue kambing putih!”

“Kambing hitam maksud lo?”

“Suka-suka gue dong?”

Jam di dinding kini menampilkan jarum jam yang tertuju pada angka 5 lebih 23 menit. Dan sebelum jarum jam itu berpindah pada pukul 6, Anak-anak keluarga Jung pakai untuk bersiap. Mark pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Jeno, Beomgyu dan Sungchan segera pergi ke kamarnya masing-masing untuk menyiapkan diri. Hari ini Mark libur mata kuliah, jadi ia bisa tenang menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya saja.

Tapi Mark sendiri sangsi akan hasil sarapan yang ia buat nanti.

“SABUN LO ABIS MULU ANJIR! LO PAKE BUAT APAAN?! MAIN BUSA?!”

Teriakan Beomgyu terdengar menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Bukan berlebihan, tapi intonasi yang dipakai Beomgyu memang tak main-main. Langsung gas sampai jebol. Tak tanggung-tanggung jika ingin merusak indra pendengaran orang lain.

NANO JUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang