17 + 1 = 18

1K 107 10
                                    

“Bu, cerita dong.”

Taeyong kala itu tengah asyik merebah di dalam kamar. Dan Beomgyu tiba-tiba saja masuk ke kamarnya, dengan dalih bosan merecoki Sungchan yang sama sekali tak bergeming saat ia usik.

“Tumben? Biasanya kamu kan mana mau dengerin cerita.”

Beomgyu memberengut. Belah bibirnya maju beberapa mm, lengkap dengan ekspresi wajah merajuknya yang kentara.

Taeyong yang melihat kengenesan dari komuk anak ketiganya hanya terkekeh pelan. Tangannya perlahan mengelus surai milik Beomgyu yang kepalanya tengah direbahkan di atas pangkuannya.

“Cari Abangmu aja. Dia kan suka banyak cerita. Bubu ngga bisa cerita macem-macem. Cerita yang Bubu tau cuma cerita uke manis yang ketemu buaya kelas kakap.”

“Ngga mau. Bang Jeno suka cerita tentang Kak Jaemin. Gyu males dengernya.”

“Kenapa males?” tanya Taeyong bingung. Karena, begini, Beomgyu itu senang dengan keberadaan Jaemin setau Taeyong. Mengapa juga Beomgyu harus malas saat Jeno bercerita tentang Jaemin?

“Bu, tolong, Gyu ngga mau denger kengenesan Bang Jeno. Kak Jaemin itu ngga peka kalo Bang Jeno suka sama dia. Mana tiap modus suka ngga ke notice. Kan ga asik banget Gyu punya Abang yang ngenes gitu. Malu-maluin.” rajuk Beomgyu, masih kekeh enggan meminta Jeno yang bercerita. “Bubu aja yang cerita..” jari telunjuk kanan dan kiri Beomgyu bertemu, secara tak langsung bersikap lucu agar Taeyong menuruti permintaannya.

“Cerita apa?”

“Gimana Bubu sama Ayah ketemu?”

Taeyong terlihat mengalihkan atensinya ke langit-langit kamar yang ditempeli 2 buah poster wajah Jaehyun. Lalu keningnya mengeryit. “Dulu..”

Flashback 25 tahun yang lalu . . .

“Yong! Lo besok ngisi ya!”

“IYAA! GUE AJA GUE!”

Saat itu, Taeyong masih berusia 17 tahun, usia yang masih cukup belia. Dan diusianya yang masih sangat muda itu, Taeyong sudah bertekad untuk mencari uang sendiri. Sebenarnya, kedua orang tuanya sangatlah berkecukupan, hanya saja, Taeyong ingin menggapai mimpinya sejak dini —sekalian mencari lembaran cuan tambahan.

Dan pekerjaan berkedok mimpinya kala itu menjadi seorang penyanyi orkes di kampung. Jangan bayangkan kampung kecil. Ini judulnya saja kampung, warganya tetap update soal jaman kok.

Pekerjaannya ini sudah Taeyong lakukan selama kurang lebih 3 bulan. Masih fresh biduan. Ia ikut dengan temannya yang kebetulan mengelola orkes.

“Jangan nervous! Disini acara anak muda. Ngga ada tua bangkotan kayak 2 bulan lalu. Semangat!”

Taeyong tampil. Dan saat ia tengah mendendangkan sebuah lagu, seorang laki-laki kira usianya lebih muda darinya terjatuh saat akan menghampirinya ke atas panggung mini.

“Eh aduh. Jatoh ya? Malu ngga?” tanya Taeyong, merasa khawatir pada laki-laki itu. Tapi tubuhnya sama sekali tak bergerak, tak berniat untuk membantu juga. Berhubung jiwa empatinya tiba-tiba tumbuh begitu saja, Taeyong mendekat kemudian. Dan ia segera saja memotret laki-laki yang terjatuh itu dengan gawai jadulnya. Sejurus kemudian, Taeyong langsung membantu laki-laki itu bangkit dari acara terjatuhnya. “Kamu masih unyu gini kenapa bisa disini?”

“Aku mau kabur dari orang tua aku.”

“Loh? Kenapa?”

Job menyanyi Taeyong sudah selesai saat Taeyong memutuskan untuk membantu anak laki-laki yang terjatuh tadi. Mereka kini tengah berada di belakang panggung, tempat dimana para pengisi acara berkumpul untuk sekadar bersiap atau beristirahat.

NANO JUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang