29 + 1 = 30

450 46 4
                                    

“RIBET AMAT AH! KENAPA GA LO IKUT SEKALIAN AJA TADI?”

“IH YA MAAP?! GUE KELUPAAN BILANG TADI. FLISH BANGET INIMAH BANG! DARURAT!”

Jeno tak bisa menahan diri untuk memisuhi adik pertamanya itu. Alasannya termasuk sepele. Dan sebenarnya tak perlu juga Jeno misuhi. Tapi karena yang menitahnya seorang Beomgyu, musnah sudah niatnya untuk mengurangi kadar mereog.

Itu bohong.

“Buruan! Titip lagi ga?! Tanyain Sungchan sama Kak Mark sekalian! Gue gamau bolak-balik buat yang ke lima kalinya gara-gara permintaan darurat lo!”

Untuk nyata, Jeno memang beberapa kali masuk dan keluar dari supermarket atas permintaan Beomgyu. Awal masuk, ia benar-benar membelanjakan apa yang Jaehyun juga Taeyong pesan. Semua pesanan, sudah dicatat sedetail mungkin, meminimalisir kemungkinan ada barang yang belum sempat terbeli.

Namun tiba-tiba saja pesan spam yang Jeno dapat dari Beomgyu menghancurkan ekspetasinya yang 'meminimalisir kemungkinan ada barang yang belum sempat terbeli'.

Bukan hanya sekali dua kali, tak tanggung-tanggung, sampai 4 kali Jeno bolak-balik supermarket guna menuruti permintaan adik pertamanya itu.

Bisa dikatakan Jeno tak akan misuh jika saja Beomgyu tak memberinya pesan tambahan saat Jeno baru saja keluar dari area supermarket. Masalah yang terjadi disini, Beomgyu menitah Jeno, sesaat laki-laki itu sudah setengah jalan menuju ke rumah. Dicatat, 4 kali. Dan begitu berulang.

“GUE LIST DI CHAT YA! THANKU BANGET LOH! LO ABANG TERBAIK GUE!” pekikan Beomgyu tak begitu Jeno gubris. Kasihan indra pendengarannya. Namun sedetik kemudian indra pendengarannya kembali berfungsi saat Beomgyu mencicit di sebrang telefon sana. “Pret.”

Selesai dengan urusan belanja, Jeno pulang ke rumah. Menurunkan belanjaannya sesaat setelah ia selesai memarkirkan sepeda motornya dengan apik di pekarangan rumah.

Kaki jenjangnya dengan penuh percaya diri melangkah ke dalam rumah sembari menenteng tote bag yang sengaja Taeyong sisipkan sebelum Jeno berangkat.

Mengurangi penggunaan plastik, katanya.

“Ini apaan gue datang rumah sepi?” meletakkan belanjaannya di ruang tamu, menoleh kesana kemari dan tertawa, berharap netranya menangkap eksistensi batang hidung dari para anggota keluarganya. Namun nihil. Situasi rumahnya terlampau sepi. “Pintu depan ngga dikunci kok di dalem rumah ngga ada orang sama sekali gini?”

Melanjutkan pencarian dengan memeluk satu toples besar berisi kerupuk yang biasa Taeyong siapkan, Jeno siap berkelana ke setiap ruangan di rumah.

“Hohohoho,”

Lelah mencari di dalam, Jeno berniat untuk pergi keluar rumah, toples tetap setia ia peluk sebagai teman hidupnya.

“Beneran ga beres.”

Sayup-sayup, Jeno mendengar suara keributan. Adrenalinnya terpacu untuk menghampiri keributan itu —niat terselubung ingin bergabung. Dengan gesit ia mengunci pintu rumah, lalu segera melesat menuju lokasi keributan.

Sampai di tempat kejadian, Jeno melihat banyak sekali warga komplek berkerumun, sebagian hanya melihat dari jarak 1-2 meter, sebagian lagi mendekat. Ada juga yang melingkar di tengah jalan. Entah mengerumuni apa, akan Jeno tuntaskan rasa penasarannya itu.

Sembari memakan krupuk.

“Ini kenapa? Eh eh oi! Kok di gebug?! Loh anjir! Udahan! Chan! Lo manusiawi dikit! Anak orang jangan digebugin!”

NANO JUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang