15 + 1 = 16

1.1K 106 15
                                    

Supermarket.

Tempat dimana Mark, Jeno, Beomgyu dan Sungchan kini berada. Kesan saat mereka datang dari arah pintu masuk secara berbarengan seperti —untuk apa ramai-ramai begitu? Jawabannya, solidaritas sesama keluarga.

Sini, kasih apresiasi buat sikap solid nax-nya Jeong Jaehyeon.

Sebenarnya itu jawaban kerennya saja. Jawaban yang sebenar-benarnya, Mark lagi-lagi terserang virus gabut. Bosan. Mual memandangi isi proposal —diduga proposal yang Mark buat salah, membuat Mark jadi mual memandanginya. Sedang Sungchan, si bungsu itu hanya ingin ikut saja. Sepi juga ditinggal dirumah sendiri.

Karena alasan itu, mereka jadi datang berempat.

“Cari rak sabun dulu, gue mau borong sabun buat Bang Jeno. Kasian banget dia miskin sabun.” tutur Beomgyu menyindir, mengarahkan trolley-nya kearah jajaran sabun mandi. Tak ragu-ragu, satu varian Beomgyu raih sebanyak 5 kemasan. Dan tangan Beomgyu masih gatal, Beomgyu mengambil 5 varian lain juga. Ditotalkan, ada 25 kemasan sabun mandi cair yang Beomgyu ambil.

“Lo mau nyantunin gue apa mau buka lapak sabun, Gyu?” jengah Jeno. Padahal tadi ia sedang adem ayem memilih varian sabun baru mana yang akan ia pakai, namun saat ia berbalik, Jeno malah mendapati setengah isi trolley yang penuh akan varian sabun cair kemasan dengan ukuran yang berbeda-beda.

Beomgyu malah tersenyum misterius sembari menjentikkan jarinya ke arah Jeno. “Ide lo cemerlang juga. Gue mau jadi re-seller sabun ah.”

Mark pusing. Sungchan cengo.

“Ini yang mau bayar semua sabunnya siapa?”

“Ya Bang Jeno. Masa iya gue? Sabun dia yang make juga.”

Jeno mendesis mendengar pernyataan Beomgyu. Tolong, itu semua sabun produk Didi. Bisa-bisanya Beomgyu mengambil sabun untuknya dengan seenak jidat begitu tanpa menanyakan pendapatnya.

“Tapi ini kemasannya lain banget sama yang biasa lo pake, Bang.” tutur Sungchan, meraih satu kemasan sabun yang berada di dalam trolley lalu memperhatikannya dengan seksama. “Gue asing sama kemasan sabun ini.”

“Sungchan doang emang yang peka.” sindir Jeno. Lalu tangannya dengan cepat meraih kemasan sabun produk lain yang masih berjajar rapih diatas rak. “Sabun yang gue pake merk Zwitsal! Bukan Didi!”

“Ya maap! Gue mana tau. Yang biasa belanja sabun-sabunan kan Bubu sama Sungchan doang!”

Mark diujung koridor sana sudah sibuk membungkuk untuk meminta maaf atas kesembronoan adik-adiknya.

Teteh, Aa', hampura ganggu, kalo mau ke rak bagian sabun, jangan anggep eksistensi 3 anak laki-laki yang berisik, ya. Anggep aja makhluk halus lagi gaduh.”

Seusai mengganti semua sabun produk Didi dengan sabun produk Zwitsal ke dalam trolley, kini giliran Beomgyu yang memilih kebutuhannya. Masih di koridor tempat sabun berada. Hanya bergeser sedikit.

“Enaknya pake Cussons apa Johnson's ya?” tanya Beomgyu pada Sungchan.

“Kemarin kan Aa' udah pake Johnson's, gantian aja sama Cussons.” jawab Sungchan. Lalu kemudian kepalanya menoleh dan matanya langsung tertuju pada Mark juga Jeno yang sedang mencoba beberapa aroma sabun batang di ujung koridor sana.

“Tapi Chan, gue pribadi lebih seneng sama yang —dua-duanya gue suka..”

“Pilih dua aja, A'. Kalo abis jadi masih ada stock di rumah.”

“Pinter.”

Sungchan kembali mendorong trolley-nya untuk mendekat pada kedua kakaknya yang lain. Dan seiring langkahnya yang kian mendekat pada tempat dimana Mark juga Jeno berdiri, telinganya semakin menangkap kikikan milik Mark yang jika di dengarkan semakin lama berubah menjadi tawa —polusi suara.

NANO JUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang