“Belok kiri tinggal lurus aja udah Teh. Komplek tempat aku tinggal pagernya warna item.”
Taeyong membelokkan arah sepeda motornya, membelah jalanan komplek yang lenggang —berhubung waktu sudah larut. Dan matanya menangkap beberapa rumah yang memang memiliki pagar dengan warna serupa, sesuai dengan ucapan Jaehyun. Jadi, Taeyong harus berhenti di rumah yang mana?
“Rumah kamu yang mana? Biar aku anter sampe depan rumah sekalian minta uang buat biaya kaos + celana + daleman baru + sikat gigi baru juga biaya makan yang kamu abisin tadi.”
Jaehyun dengan lesu menunjuk salah satu rumah dengan pagar hitam yang menjulang tinggi.
“Itu rumah kamu?”
“Bukan.”
Karena Jaehyun enggan membuka mulut saat Taeyong terus melempar pertanyaan, Taeyong lebih memilih untuk kembali ke depan komplek, bertanya pada security yang berjaga. Barang kali tahu.
“Pak, permisi. Maaf mengganggu. Ini, saya nemu anak pungut tadi siang. Barang kali Bapak tau dimana rumahnya? Daritadi saya tanya dia ngga mau jawab rumahnya dimana.”
Security itu tersenyum tipis lalu melirik anak laki-laki yang ditunjuk oleh Taeyong. Kepalanya mengangguk-angguk pelan secara tiba-tiba. “Rumahnya Adek ini ngga ada ciri khasnya.”
“Astaga, Pak,” decak Taeyong mulai jengah. “Kasih tau aja nomor rumahnya berapa.”
“Saya lupa nomor rumahnya.. Tapi saya inget, adek ini rumahnya punya lampu yang paling terang dari semua rumah yang ada di komplek ini. Kamu bakal gampang carinya.”
“Oke. Trims sudah membuang 5 detik berharga milik saya. Saya permisi.”
Taeyong mengikuti arahan dari si bapak security dengan wajah dongkol. Sepeda motornya kembali menyusuri jalanan komplek sedang netranya sibuk menyisir rumah-rumah yang berjejer. Mencari keberadaan rumah yang katanya paling terang di komplek ini.
“Itu kayaknya.”
Taeyong turun di depan sebuah rumah yang —benar-benar terang. Lampu dipasang dimana-mana. Taeyong jadi penasaran berapa biaya yang dikeluarkan untuk listrik di rumah ini.
“Misi! Minta sumbangannya Pak! Bu!”
Dipanggilan ketiga, seseorang dari dalam baru saja membuka pagar. Menampilkan seorang pria dengan setelan rumahannya dan langsung mengerutkan kening tanda ia kebingungan.
“Cari siapa?”
“Mau balikin anak pungut. Sekalian mau tagih utang buat semua biaya yang keluarga gue kelua—”
“Saya ngga kehilangan apa-apa. Kamu salah alamat ya?”
“Idih engga! Oi! Jung Taehyun! Samperin bapak lo ini!” sungut Taeyong. Ia menghampiri Jaehyun yang masih betah menempelkan pantatnya pada jok sepeda motor milik Taeyong. Lalu menariknya agar Jaehyun terlihat eksistensinya oleh seseorang yang Taeyong akui sebagai Ayahnya Jaehyun. “Ini, Pak. Anak bapak.”
“Eh? Kamu kemana aja?” ujar pria itu tenang seolah tak merasa khawatir sama sekali. Tangannya terulur untuk meraih pundak anak laki-lakinya. “Mama udah record suara monyet yang kamu pingin loh itu? Monyetnya bercanda doang tadi ngga bilang makasih sama kamu. Malah mendadak kabur. Itu kan prank si monyet doang.”
“Maaf.” jawab Jaehyun.
“Makasih ya udah anterin anak saya kerumah. Kamu mau mampir dulu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
NANO JUNG
HumorKerandoman keluarga Jung bener-bener udah mirip sama permen nano-nano. Ngga karuan. ❗Warn, it's a bxb zone. Dilarang salah lapak atau kamu saya depak❗