dua puluh delapan : bad news?

41.5K 3.8K 127
                                    

28. bad news?

[]

Semenjak kejadian di mana Ghea mendapat luka baru di tangannya yang tak sengaja teriris pisau saat mengikuti kelas masak, Ghea sudah tidak lagi menjadi anggota dan mengikuti kelas masak seperti biasa, bukan karena dia trauma akan mendapat luka lagi, melainkan Raka yang rempong melarangnya.

Ghea sempat kontra, sebab menurutnya sangat aneh berhenti memasak hanya karena teriris pisau, padahal mendapat luka ketika beraktivitas di dapur itu sangat wajar meski memang seharusnya lebih berhati-hati lagi.

Namun Raka tak menerima protes maupun penolakan. Ia memberi janji, kalau nanti setelah melahirkan, Ghea boleh mengikuti kelas masak semau dan sepuasnya. Rasa khawatir Raka terlalu tinggi untuk membiarkan istrinya yang masih awam itu berurusan dengan dapur apalagi dalam keadaan hamil.

Ghea yang awalnya menolak, akhirnya menurut saja, meskipun ia tak benar-benar berhenti untuk belajar memasak, sebab sebagai gantinya, ia belajar sendiri di rumah bersama Bi Inem, atau kadang bersama Shera kalau Ghea sedang ingin bermain ke rumah abangnya.

Ghea yang dulunya sangat menghindari dan ogah-ogahan menginjakkan kaki di rumah abangnya, kini rumah itu justru menjadi tempat yang sering Ghea kunjungi. Sebab teman-teman Ghea sibuk bekerja, tak memiliki waktu keluar selain hari libur, itupun jika benar-benar punya waktu senggang.

Ghea merasa kesepian kalau terus-terusan di rumah, akhirnya dia mencoba untuk main ke rumah abangnya, yang ternyata lumayan menyenangkan, karena bisa membicarakan sesuatu seputar kehamilan bersama kakak iparnya yang juga sedang mengandung, juga bisa bermain atau menjahili Rayyan—anak abangnya.

Bahkan, rasanya Ghea juga semakin dekat dengan Shera, ketimbang dengan Rangga sendiri. Shera yang dulu sempat tak Ghea sukai sebab menjadi penyebab ia tak lagi diprioritaskan oleh Rangga, sekarang justru seperti kakak kandung sekaligus teman bagi Ghea. Saking dekatnya, sampai-sampai mereka berbelanja mingguan bersama sekaligus double date di akhir pekan.

Itu benar-benar suasana yang baru bagi Ghea, sebab seumur-umur baru kali itu Ghea pergi keluar bersama Raka, Rangga, dan kakak iparnya.

"Hadeh, bini gue ketularan Ghea nih kayaknya jadi doyan kelilingin toko begini," keluh Rangga sebagai orang yang kerjaannya mengekor ke mana istrinya pergi, bersama dengan Raka yang juga satu nasib.

Mendengar keluhan itu membuat Raka menyuarakan tawanya. "Ini belum seberapa, Bang, biasanya tiga jam baru mau diajak berhenti."

Rangga terkekeh. "Lo kira gue nggak pengalaman sama Si Curut satu itu? Seharian gue disuruh puterin mal, nyobain semua game di timezone. Duit mah kaga masalah, kaki gue nih rasanya udah kayak mati rasa."

Raka tertawa, pandangannya tak luput dari Ghea yang berjalan tak jauh di depannya. "Ya gimana lagi, Bang, caranya cewek seneng-seneng, kan, emang begitu."

"Jelajahin semua toko, apapun barang kalau lucu meskipun nggak berguna tetep dibeli, carinya yang diskon, kalau nggak ada diskon puter balik," imbuh Rangga, tawanya mengalun renyah.

Seolah menular, Raka melakukan hal serupa. "Bingung mau beli apa, akhirnya muter doang, berhenti di tempat makan terus gosip," timpal Raka, seolah sudah hafal di luar kepala dengan kelakuan para kaum hawa.

Ketika menangkap suara tawa yang berasal dari Rangga dan Raka, Ghea otomatis menoleh, menatap dua laki-laki itu memicing. "Gosipin apa kalian?" tudingnya.

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang