34. people change
[]
Menjadi orang tua memang melelahkan, Raka tahu itu. Tapi, tidak disangka saja, kalau ternyata memang betul-betul melelahkan daripada hanya duduk di depan layar komputer, menggarap setumpuk berkas atau harus ke sana-ke mari menemui klien.
Dan Raka lumayan takjub—atau sebetulnya, sangat takjub, sebab Ghea yang dasarnya gampang kesal dan suka berkomentar itu tak mengeluh apa-apa. Ketika sedang nyenyak tertidur dan terpaksa harus bangun untuk menyusui anaknya, atau ketika si bayi rewel dan tak mau digendong selain ibunya, perempuan itu memang tampak lelah, tapi ia melakukannya saja tanpa berkomentar.
Sampai-sampai, Raka berpikir, apa ini perempuan sama yang satu tahun lalu pernah bersikeras menolak dijodohkan dengannya bahkan sampai nyaris nekat menghalalkan segala cara demi penolakannya didengarkan? Apa ini perempuan sama yang dulu suka mengumpati dan menguji kesabarannya?
People change, indeed, but, she changed a lot.
Ghea memang mulai berubah ketika mereka berdua sepakat untuk berkomitmen dan mengubah hubungan mereka, tapi Raka merasakan perubahan yang lebih kentara semenjak kejadian di mana Ghea salah paham dan mengira Raka terlibat kecelakaan yang lokasi terjadinya ada di dekat kantor Raka bekerja.
Ghea tetap sama galak dan cerewetnya—sebab Raka tahu, dua sifat itu tak akan bisa luput dari istrinya, tapi di sisi lain, Ghea juga lebih dewasa dan lembut, yang dulunya suka sewot dan ketus menjadi penuh kasih dan hangat.
Perempuan itu menepati ucapannya, that she'll love him as much as he do.
Dan karena hal itu, Raka merasa tak pantas untuk sampai bisa mengeluh. Belajar dari istrinya, Raka menikmati setiap momen yang terjadi, seperti ketika si bayi menangis karena popoknya penuh, rewel karena mengantuk atau lapar, atau saat si bayi sedang anteng memerhatikan satu sama lain.
Sebetulnya, Raka sempat khawatir sebelumnya, dia takut kalau Ghea stres, apalagi katanya, perempuan yang baru melahirkan itu lebih sensitif, mereka juga rentan terkena baby blues. Raka yang tak harus menyusui saja lumayan capek buat ngurus si kembar, karena ini sama-sama kali pertama untuk Raka maupun Ghea, jadi kadang masih ribet dan butuh tenaga yang lebih ekstra.
Apalagi, Ghea tipe ekstrovert yang doyan banget hangout, dia mengisi energi dengan pergi jalan-jalan dan berkumpul teman-temannya. Semenjak si kembar lahir, Ghea belum keluar dari rumah sama sekali, Raka khawatir istrinya itu akan stres dan jenuh sebab kegiatannya hanya itu-itu saja.
Sampai pernah suatu kali, Raka berkata pada Ghea, "Love, kalau kamu ada sesuatu atau perasaan yang ganjel di hati, bilang sama aku ya? Atau, kalau emang kamu merasa nggak mampu harus ngurus kembar cuma sama aku, kita bisa cari babysitter."
Lalu, Ghea membalas, "Nggak usah, Ka, sejauh ini aku masih mampu kok, kan ada Bi Inem juga, nggak cuma sama kamu. Nggak nyaman juga biarin anakku diurus sama orang asing, ya kalau ketemu yang beneran baik, kalau jahat gimana?"
"Aku sih nggak masalah, tapi aku nggak akan selamanya bisa bantu—maksudnya kamu tau sendiri, selesai cuti aku bakal balik ngantor, dari pagi sampai sore, itu kalau nggak ada lemburan mendesak. Kamu yakin masih mampu?" Raka mengulangi tanyanya, berniat untuk memastikan, sebab ia memang tak mau membuat istrinya merasa kerepotan, paling tidak jika ada yang membantu mengurus si kembar, Ghea bisa punya waktu untuk dirinya sendiri juga.
"Kok kesannya kamu ngeraguin aku sebagai ibunya Vano sama Kano ya?" balas Ghea, membuat Raka terkejut sebab Ghea menangkap lain dari maksudnya.
"Love, maaf, bukan begitu maksudku—" Ucapan Raka yang panik tersendat ketika tiba-tiba Ghea malah tertawa renyah. Menertawakan ekspresi panik Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Called Love
Roman d'amourJudul awal; What? Married?! REMAKE VERSION - FOLLOW SEBELUM MEMBACA. *** Nggak pernah sekalipun terlintas di benak Ghea, jika dia akan menikah di usia muda. Namun perjodohan menyeretnya pada sebuah pernikahan tak diinginkan bersama seorang pria be...