dua puluh empat : mad

45.3K 4.5K 156
                                    

24. mad

[]

Sebab sebelumnya Ghea sudah mendapat izin dari Raka untuk pergi volunteer, jadi usai agenda honey moon mereka, Ghea mencari informasi-informasi terkini tentang update volunteering, kebetulan Ghea menemukan kecocokan secara waktu dan tempat, yang mana selama tiga hari, di daerah Depok, Jawa Barat untuk kegiatan event workshop.

Setelah melakukan proses registrasi dan menunggu beberapa hari pengumuman, ternyata Ghea terpilih, jadi ia bisa berangkat ke tempat tujuan, dan sudah terhitung dua hari ini sejak Ghea pergi, rasanya Raka seperti orang ling-lung, yang tadinya terbiasa dengan adanya Ghea, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, sekarang sendirian di apartemen.

Setiap waktu, Raka selalu menyempatkan untuk menghubungi Ghea, entah itu menanyakan apakah perempuan itu sudah makan, bagaimana kegiatan di sana, dan semacamnya.

Seperti saat ini, ketika Raka sebelumnya sudah menghubungi berkali-kali, tapi tak ada balasan yang akhirnya, kini Ghea ganti menghubungi kembali via video call.

"Kenapa, Ka?" tanya Ghea bersamaan dengan wajahnya yang muncul di layar ponsel Raka.

"Kok baru diangkat? Nggak liat aku telepon kamu berapa kali tadi?"

Ghea tersenyum. "Liat kok, barusan. Baru sempet buka hp soalnya. Kenapaa?? Kangen ya??"

Raka mengerutkan bibirnya, mengangguk-angguk. "Iya. Nggak boleh ya kalau aku susul kamu?"

"Jangan aneh-aneh!" tegur Ghea.

"Aku kangen," adu Raka dengan ekspresi super clingy, membuat Ghea tertawa, tawa yang dirindukan Raka sebab sejak dua hari, baru saat ini Raka mendengarnya lagi.

"Besok aku pulang. Kamu mau nitip apa?" Ghea bertanya.

"Kamu aja, sampai rumah dengan selamat."

"Nggak mau yang lain?" tawar Ghea lagi.

Raka menggeleng. "Nggak ada rasa pengen yang jauh lebih besar daripada rasa pengenku buat peluk sama cium kamu," ucap Raka, yang lagi-lagi membuat Ghea tertawa geli.

"Dilan banget kata-katanya. Lagian, baru juga ditinggal berapa hari? Udah uring-uringan aja, belum kalau lebih lama."

"Emang kamu ada niat buat tinggalin aku lebih lama?! Kamu berniat merencanakan pembunuhan?" Raka berseru dramatis.

"Lebay banget, Ka!"

Raka tersenyum, menatap intens wajah istrinya yang terpampang di layar ponsel. "Kamu nggak kangen aku?"

"Ya gitu." Ghea menjawab malu-malu.

"Ya gitu apa?"

"Sama kayak kamu," jawab Ghea, yang gengsinya masih nggak hilang-hilang.

Namun, justru hal itulah yang membuat Raka gemas, Ghea dengan rasa gengsinya yang sulit untuk dipisahkan. "Tinggal bilang 'iya, aku kangen kamu juga' apa susahnya sih, Sayang?"

Wajah Ghea memerah. "Aku matiin aja deh—"

"Jangan dong!" Raka buru-buru mencegah sebelum Ghea benar-benar mengakhiri panggilan video mereka. "Baru juga ngobrol berapa detik, udah mau dimatiin aja. Kamu lagi istirahat ya ini? Capek nggak?"

"Iya, lumayan capek sih, tapi seru."

Untuk kesekian kalinya, sudut bibir Rala mengembangkan sebuah senyuman. "Perasaan aku aja, apa emang kamu jadi makin cantik ya?"

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang