dua puluh enam : pregnancy reveal

47.8K 4.4K 188
                                    

26. pregnancy reveal

[]

Raka dan Ghea sedang dalam perjalanan pulang setelah memeriksakan kandungan Ghea ke obgyn dan belanja beberapa keperluan ibu hamil di swalayan. Di tengah perjalanan itu, tiba-tiba ponsel Raka berbunyi, ada panggilan masuk.

"Tolong angkatin." Raka mengulurkan ponselnya pada Ghea.

"Mama, Ka," ujar Ghea ketika sekilas membaca nama kontak dari penelepon, ia mengambil alih benda pipih itu dan menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan, lalu mengaktifkan pengeras suara, menempatkan ponsel di tengah-tengah ia dan Raka.

"Iya, halo, Ma." Raka menyapa.

"Gimana Ghea? Kata dokter sakit apa?" Jihan bertanya.

Secara spontan Ghea dan Raka langsung bersitatap. Mereka berdua sudah sepakat sebelumnya untuk memberi tahu keluarga dan orang-orang terdekat mereka kalau usia kandungan Ghea sudah lebih layak untuk diberi tahukan, jadi Raka menjawab tanpa membeberkan soal kehamilan Ghea.

"Nggak pa-pa, Ma, bukan sakit serius kok, cuma kecapekan terus telat makan aja. Sekarang kita lagi perjalanan pulang ini," jawab Raka.

"Huh, syukur kalau gitu, Mama pikir kenapa-napa. Kamu itu istrinya dijagain, bertengkar boleh, tapi jangan main ngilang-ngilangan nggak ada kabar kayak gitu. Jangan kayak anak kecil, Mama nggak suka ya, awas kalau sampai diulangin lagi." Jihan memberi peringatan.

Sembari memperhatikan jalanan, Raka menjawab, "Iya, Ma. Maaf, enggak lagi kok, aku juga sadar kalau caraku menyelesaikan masalah itu salah."

"Emang harus sadar. Jadiin pembelajaran ke depannya. Ya udah kalau gitu, Mama matiiin teleponnya, kalian hati-hati di jalan."

"Iya, Ma." Begitu sambungan dimatikan, layar ponsel Raka meredup, kemudian hidup lagi menampilkan gambar layar kunci yang membuat Ghea salah fokus.

"Fotoku? Sejak kapan? Ini waktu di Raja Ampat itu 'kan?" tanya Ghea, memperhatikan lebih jelas gambar di layar kunci ponsel Raka.

"Dari pulang honey moon udah aku ganti itu, kamu nggak sadar?"

Ghea menggeleng. "Enggak. Aku 'kan jarang bukain hp kamu," ujarnya, mengembalikan ponsel di tangannya pada sang pemilik.

"Ngomong-ngomong, gimana kemarin tiga hari volunteer-nya? Kamu nggak kerjain yang berat-berat 'kan? Nggak sampai over capek juga 'kan?" Raka membuka topik obrolan, sesekali ia menoleh pada Ghea yang masih tampak lemas.

Ghea menarik senyum tipis dan mengangguk. "It was so fun, sampai nggak kerasa capeknya, tapi kemarin pagi aku sempet mual emang, kirain cuma masuk angin, jadi ya aku cuma istirahat aja, terus sorenya aku pulang itu."

Raka kembali menoleh, seketika merasa bersalah. "Dan bukannya istirahat, aku malah ngajak berantem. Aku minta maaf, aku nggak bermaksud buat bentak kamu kemarin, I'm out of my head. Aku bener-bener dibutain sama emosi, seharian aku nggak fokus kerja gara-gara kepikiran obat yang aku temuin di laci nakas kamar sebelah."

Ghea mengangguk-angguk, embusan napasnya mengudara. "Aku juga minta maaf udah nggak jujur dari awal. Karena kamu tau ... seperti yang pernah aku ceritain, aku nggak berharap sama hubungan kita."

Raka menarik senyum dengan sorot matanya yang meneduh, satu tangannya terulur untuk menggengam tangan sang istri. "It's okay, semuanya udah jelas dan selesai di sini, let's stop talk about that, okay?"

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang