dua puluh : bad boy or good boy?

49K 4.4K 104
                                    

20. bad boy or good boy?
(BEWARE, MATUREEEE!!)

[]

Sesuai yang dibicarakan oleh Raka kemarin, hari ini Ghea dan Raka pergi untuk melihat rumah baru mereka yang sedang dalam proses renovasi. Pada saat jam makan siang, Raka pergi menjemput Ghea, bertolak menuju kawasan komplek di mana rumah baru mereka berada.

Letaknya lumayan strategis karena tak jauh dari gerbang masuk. Raka bilang, rumah itu nanti akan direnovasi menjadi gaya minimalis, dan Ghea berusul untuk membuat taman kecil dengan kolam di halaman depan, sedang halaman belakang ditanami rumput dan dibiarkan luas saja.

Usai melihat-lihat dan berdiskusi tentang bagaimana rumah baru mereka itu akan dibuat nantinya, Ghea dan Raka kemudian pergi untuk makan siang. Sebab ini memang masih jam makan siang, jadi mereka sekalian saja makan bersama di sebuah cafe yang paling dekat dengan jarak mereka saat ini.

Sewaktu mereka sedang menunggu pesanan di antar, tiba-tiba sebuah suara lain menginterupsi membuat perhatian keduanya terdistraksi.

"Loh, hei, Raka bukan?" Seorang perempuan dengan blouse putih dan rok span cokelat muda sepanjang lutut menyapa Raka, membuat Ghea mengernyit beralih dari menatap perempuan itu kemudian Raka.

Mengenali siapa yang memanggil namanya, Raka pun menyahut, "Oh, Sintya ya?"

Perempuan itu tersenyum lebar, tampak merasa senang sebab dirinya masih diingat. "Wah, masih inget ternyata? Lama banget gue nggak liat lo, makin ganteng aja."

Raka menyengir kikuk, melirik Ghea yang kini terlihat tak acuh sembari memainkan ponselnya, padahal sebetulnya Ghea mendengarkan dengan perasaan dongkol.

Anjing, berani-beraninya dia muji Raka di depan gue? batin Ghea, kesal.

"Lagi makan siang ya?" Perempuan bernama Sintya itu kembali mengujar tanya, tanpa diundang atau dipersilakan, dia tiba-tiba menarik kursi dan duduk satu meja bersama Raka dan Ghea.

"Iya, lo juga?"

Sintya tertawa. "Gue yang punya cafe ini, Ka. Eh, btw ini siapa? Gue nggak tau kalau lo punya adek perempuan?"

Mata Ghea nyaris keluar ketika mendengar pertanyaan itu. Adik perempuan katanya? Tapi Ghea berusaha untuk tetap diam dan tenang, pura-pura nggak peduli.

"Bukan, ini istri gue," bantah Raka lugas.

"Hah? Serius? Gue pikir adek lo atau nggak pacar gitu. Baru nih mau gue tanya ini cewek yang keberapa. Ternyata bisa serius juga ya lo? Kirain belum tobat jadi playboy."

Ghea semakin terlihat tidak nyaman dengan percakapan itu, ekspresi dongkolnya seolah-olah berkata; apaan sih? Siapa sih ini cewek sok asik banget? Raka juga ngapain sih nanggepin segala? Usir kek, halangin pemandangan aja.

"Haha, iya." Raka menyahut dengan tawa garing, mulai merasakan hawa-hawa tidak enak dari Ghea, lirikan maut perempuan itu seolah siap untuk menguliti orang hidup-hidup.

Tak lama kemudian, Sintya berdiri dari duduknya. "Ya udah kalau gitu, gue ke sana dulu. Enjoy ya, nanti kalau ada komplain bilang aja ke gue-eh, mau tukeran nomer sekalian nggak?" tawarnya, mengurungkan niat untuk pergi.

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang