delapan : let's make a deal

44.6K 4.3K 88
                                    

08. let's make a deal

[]

Ternyata, pada akhirnya bujukan Rangga pun tak berhasil, sebab orang tua Ghea tetap tidak berubah pikiran.

Sampai Ghea nggak tahu dia harus buat alasan kayak gimana lagi, supaya gagal ikut acara makan malam hari ini, yang mana orang tuanya dan orang tua Raka akan membicarakan tentang pernikahan Raka dan Ghea.

Penolakan serta opininya sama sekali tidak digagas oleh orang tuanya, bahkan sampai Ghea menangis darah pun sepertinya juga akan percuma. Ghea nggak tahu, kenapa sebegitu mendesak orang tuanya agar Ghea segera menikah, maminya pun terus saja mengungkit kejadian di acara bibi Raka yang diceritakan oleh Jihan.

Padahal Ghea sudah menyanggah, jika itu adalah ketidaksengajaan dan kesalah pahaman. Kejadian itu murni kecelakaan, siapa juga yang mengira kalau Ghea bakalan jatuh menimpa Raka dengan posisi ambigu seperti tempo lalu.

Sebab perasaan dongkol dan kesalnya, di pertengahan obrolan para orang tua, Ghea beranjak pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Rasanya, telinga Ghea panas terus-terusan mendengar kata "pernikahan" disebut.

Niat Ghea yang pergi untuk menenangkan diri justru disusul oleh Raka yang membuat emosi Ghea seperti api disiram bensin.

"Ck, ngapain sih lo ngikutin gue?!" gerutu Ghea, hendak berlalu pergi, tetapi ditahan oleh Raka.

"Kita perlu bicara," ucap Raka, menatap dalam obsidian milik Ghea.

Gadis itu lantas menyentak tangan Raka dan berseru, "Apa lagi? Mau ngomongin apa lagi?! Gue tuh muak tau nggak lama-lama! Nggak ada yang bisa ngertiin perasaan gue! Gue tuh nggak mau dijodohin!"

"Kenapa sih lo nggak nolak aja? Lo cowok bukan sih? Kenapa lo letoy banget, nggak ada gerak sama sekali, minimal lo bilang kalau kita tuh nggak cocok! Gue nggak mau nikah sama lo!"

Mendapat cecaran dari Ghea, tak ada kata lain yang diucapkan Raka sebagai balasan selain, "Maaf."

"Gue nggak pengen denger orang minta maaf! Lo kenapa sih sebenernya? Bukannya lo nggak suka sama gue, terus kenapa lo mau gitu aja dinikahin sama gue?!" cecar Ghea, masih dengan emosinya yang meledak-ledak.

"Saya nggak pernah bilang kalau saya nggak suka sama kamu," bantah Raka.

"Ya terus? Ada alasan yang bikin lo mau nikah sama gue? Gue capek tau nggak jadi satu-satunya yang memberontak di sini, tapi apa? Opini gue nggak pernah didenger, mereka—even orang tua gue cuma bertindak semau mereka tanpa mikirin perasaan gue!" Ghea mengakhiri kalimatnya dengan dengusan sebal.

"Ghea, nggak bisakah kamu berpikir bagian baik daripada terus menerus memikirkan sisi buruknya—"

"Emang bagian baiknya mana, gue tanya? Ada nggak bagian baik memaksakan pernikahan padahal salah satunya belum siap buat menikah? Kenapa sih, nyokap lo pake segala milih gue? Emang nggak ada cewek lain gitu yang bisa dinikahin sama lo?" sela Ghea, memotong ucapan Raka sebelum pria itu sempat menyelesaikannya.

"Bagi saya, orang tua pasti tau yang terbaik untuk anaknya, dan Mama saya pasti juga punya alasan kenapa memilih kamu, saya menerima apapun itu alasannya, selagi nggak merugikan saya—" Raka kembali mengatupkan bibir ketika dengan nggak santai Ghea kembali menyela ucapannya.

"Nggak rugi gimana? Nikah muda tuh rugi waktu, tau nggak? Apalagi yang lo nikahin cewek kayak gue, asal lo tau, apapun alasan nyokap lo, gue nggak sebaik yang dia kira, jangan sampai kalian malah nyesel dengan libatin gue di perjodohan konyol ini."

"Dan saya pun nggak sebaik yang terlihat. Semua orang punya kekurangan masing-masing. Lagipula, mau menolak pun sudah terlambat," tandas Raka, merasa dongkol sebab ucapannya terus saja dipotong.

It Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang