[5•] Fairy Tale 💮

5.6K 751 26
                                    

RAUT wajah Mark kian gelisah menyaksikan kelopak mawar itu sekain hari sekian berkurang, banyak yang sudah jatuh ke bawah, melayu dan kering menjadi rapuh. Hanya menyisakan kelopak bunga muda yang berukuran lebih kecil mulai sekarang, bertautan saling menjaga enggan untuk meninggalkan tangkainya, tangannya dengan urat yang sedikit menonjol menyentuh ujung tabung kaca yang terasa dingin karena terkena terpaan angin dari luar ruangan. Rasanya kian menyiksa, perlahan menyaksikan nyawanya yang terkikis oleh waktu.

Matanya yang memanas menatap ke luar jendela, menatap jauh dari dalam kamarnya. Seperti biasa, dia akan menatap sosok yang terbang tidak terlalu tinggi karena ada bola berat yang mengikat kakinya. Ia terbang diantara ribuan tangkai bunga peony yang tumbuh di halaman belakang istana. Setiap pagi sang peri hutan akan datang ke sana, menyantap nektar bunga sebagai sarapannya. Sayap itu akan berkilau, setiap hari dan setiap waktu, wajah itu kian terlihat makin cantik dan anggun. Atau mungkin hanya perasaan Mark saja. Tapi sang raja menepis perasaan dan pikiran seperti itu, yang dia inginkan hanya bagaimana sang peri hutan; Haechan dapat menyembuhkan rasa nyeri dan sakit yang ia rasakan. Atau lebih tepatnya ia ingin sang peri hutan menghapus kutukan yang diberikan padanya.

Mark menarik nafas dalam ketika mendengar pintu kamarnya terketuk pelan dan ia dapat mendengar bahwa sang prajurit; Kun yang datang menemuinya. Sang prajurit nomor satu sekaligus sebagai penasehatnya, salah satu kepercayaan dari Mark.

"Yang mulia." Kun memberi hormat kala dia memasuki ruangan, jubahnya berkibar pelan di ujungnya yang terkena angin dari kamar jendela yang terbuka, wajahnya tampak tampan, tenang dengan kulit pucat dihiasi syaraf hijau yang seperti lukisan di tangan hingga wajahnya

"Untuk apa kau sampai kemari untuk memanggilku?" ucap Mark tanpa mengalihkan tatapannya dari luar jendela, dia masih melihat Haechan yang masih memainkan beberapa kelopak bunga menggunakan jemarinya yang lentik dan indah. Satu ulas senyum terlihat oleh mata tajam Mark, walaupun dari kejauhan, lengkungan itu jelas Mark tebak.

"Saatnya untuk sarapan, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu yang mulia. Yuta dan Hendery sudah menunggu di bawah." Kun mengangkat wajahnya, menatap sang raja yang merenung menatap ke luar jendela, tatapan itu terlihat sendu dengan secoreng kemarahan yang melingkupinya. "Apa pemandangan di luar terlalu indah yang mulia? Hingga kau tidak mendengarkan ucapanku?" goda sedikit dari sang prajurit; Kun.

Mark langsung melirik ke arah Kun yang kini kembali menundukkan kepalanya, tidak berani lagi untuk menggoda. Cukup hanya satu kali saat sang raja sedikit lengah.

"Tidak ada yang perlu di lihat di luar sana, aku akan segera turun."

Kun kembali mengangkat kepalanya yang tertunduk ketika merasakan bahwa sang raja tidak lagi menatap ke arah dirinya.

"Yang mulia......bolehkah aku memberikanmu sedikit saran?" ucapnya sebelum Mark berjalan untuk keluar.

Alis Mark bertautan, bergerak kemudian kembali seperti semula. Tangannya yang menyanggah di pinggir beton jendela dia angkat, tubuhnya menghadap ke arah sang penasehat.

"Saran apa yang ingin kau berikan padaku, Kun?" Mark meletakan kedua tangannya di belakang punggung bagian bawah, beberapa langkah mendekati Kun yang menunduk semakin dalam, menatap lantai yang penuh dengan debu dan beberapa sarang laba-laba yang terlepas.

"Bagaimana jika kau, yang mulia. Memperlakukan Haechan dengan baik, dekati dia agar dia ingin mengobati kutukanmu itu? Jika kau melakukan hal-hal seperti yang sebelumnya. Aku pikir, peri hutan itu menahan dirinya karena marah terhadap perlakuanmu terhadapnya yang mulia. Aku pikir kau harus mendekatinya dengan cara lain. Itu yang aku pikirkan beberapa hari ini yang mulia, maafkan aku jika aku lancang. Tapi sepertinya, itu perlu dicoba."

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang