KEKEKALAN? Keabadian? Mark kembali mencicipi semua itu, kekekalan yang sebenernya tidak ingin dia ulangi lagi. Sudah berapa tahun? Entahlah, tapi dia sudah menyaksikan kelahiran baru dan kematian dalam kesepian. Bukan, bukan rasa yang menyiksa seperti sebelumnya. Hanya saja seperti ada yang kosong dan menganga dalam hatinya.
Anehnya, walaupun tahun-tahun terlewatkan tanpa satu orang pun yang dikenalnya. Istana tampak baik-baik saja. Semuanya bersih tanpa debu menempel sedikit pun. Anak-anak yang pernah ditolong olehnya? Mereka sudah besar, bahkan sudah tak dapat Mark lihat lagi. Keduanya sudah tumbuh, hidup bahagia dan mati dalam keadaan semestinya. Hanya dirinya yang terjebak dalam dentingan detik jam. Dalam putaran poros waktu tanpa ujung menyentuh ujung kakinya.
Kini ia melangkah keluar, kembali menyaksikan hidup dan sekitarnya yang telah berubah. Kali ini pada dimensi yang berbeda, orang-orang tak lagi menaiki kuda. Tak lagi bertukar barang untuk mendapatkan barang yang lain. Semuanya kini digerakkan oleh logam bewarna perunggu, perak dan juga emas. Semuanya tampak maju dengan dinding-dinding rumah yang tak lagi menggunakan kayu melainkan batu-bata yang disusun sedemikian rupa dengan atap yang tak lagi menggunakan jerami kering atau tumpukkan ilalang. Orang-orang kini memanfaatkan gerobak yang ditarik oleh kuda, bukan sekedar menaikinya saja.
Semuanya tampak berbeda dari sebelumnya. Bahkan setiap tahun memang semuanya berubah.
Mark melangkahkan kaki di pasar luas beraneka ragam. Semuanya kini tampak semarak, banyak barang dagangan yang baru ia jumpai. Kini orang-orang juga memperjualbelikan barang-barang aneh yang mereka sebut perhiasan. Yang dapat dipasang pada leher, telinga, kepala bahkan pergelangan tangan. Semuanya dibuat dengan begitu indah.
"Berapa?" Mark berhenti di depan pedagang buah segar, bertanya harga dari dua buah apel hijau yang diambilnya dari keranjang.
Sang penjual apel tersenyum.
"Hanya tiga keping koin perunggu tuan." jawabnya dengan sopan.
Mark mengangguk. Mengambil apa yang diinginkan dan menyerahkan satu koin emas pada sang penjual.
"Terlalu banyak seperti biasa tuan." jawabnya bingung harus seperti apa.
"Tidak apa, ambil saja, seperti biasa." Mark berlalu pergi, meninggalkan sang pedagang yang membungkuk ke arahnya. Melambaikan tangannya untuk mengucapkan terimakasih pada Mark yang sudah jauh dari tempat berdagang.
Mark mengigit apelnya, renyah dan manis seperti biasa. Berair membasahi bibirnya dan tenggorokan yang terasa kering. Matanya melihat ke sekitar. Menatap beberapa pemuda yang tertawa renyah mungkin habis bersenang-senang di dalam hutan. Salah satunya Mark sangat kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[10] The Last Aurora Fairy
Fanfiction[COMPLETED] [Kingdom] [Legend] Sebuah kerajaan dan kastilnya dikutuk oleh roh hutan. Raja yang angkuh dan sombong diubah menjadi sosok menyeramkan dengan rasa kesepian yang sangat menyiksa. Penyelamat. Hanya dia, keturunan dari peri terakhir yang bi...