[30•] Fairy Tale 💮

3.1K 431 17
                                    

PARA bandit itu masuk begitu saja, ada sekitar enam orang yang menerobos termasuk sang ketua, dan sisanya berada di luar istana berjaga dengan para penduduk desa. Mereka berjaga jika memang salah satu dari empat orang yang mereka buru berusaha untuk kabur. Semuanya juga sudah mengangkat senjata masing-masing dalam genggaman.

Mark, Yuta, Kun, dan Hendery sudah bersiap sedari tadi. Sulur-sulur tanaman yang tumbuh kini mulai merambat dengan pelan mengisi seisi ruangan yang masih kosong hingga lantai atas dan juga atap. Aroma kayu dan lumut yang lembab langsung tercium dan terasa sejuk menerpa siapapun yang terperangkap di dalam, namun keadaan itu tak lantas membuat suasana antara Mark dan yang lainnya tentang. Atmosfer menyeruak seperti bau bangkai yang terbengkalai, entah siapa yang membunuh siapa. Tapi aroma kematian sudah tercium begitu kuat. Dan mereka tidak tahu kematian akan menghampiri siapa terlebih dahulu.

Mata Mark tertuju ke arah sang bandit yang tengah menyungging senyum yang begitu ia benci, membuat darahnya terasa mendidih, meluap hingga mungkin membuat warna kulitnya yang pucat memerah. Senyuman itu menandakan sebuah malapetaka, terakhir kali ia lihat sebelum Haechan terluka dibuat oleh sang bandit dengan tanpa perasaan. Membuat sang peri terluka, dan harus terkulai lemah. Ditambah lagi dengan muara yang mereka rusak, merugikan semua pihak. Terutama dirinya, dengan berat hati dia harus menyembunyikan Haechan. Agar Haechan selamat hingga keadaan di sini sudah aman.

Bahkan mungkin sang peri hutan tak perlu lagi untuk kembali. datang ke tempat penuh bahaya.

Suara teriakan terdengar di luar istana. Bersautan dengan suara tinggi para wanita yang hanya bisa menyumpahi dirinya dan ketiga prajurit setianya. Sang bandit berhasil menghasut para penduduk untuk berpihak pada mereka, Mark tak membencinya. Mungkin memang ini yang seharusnya terjadi. Ia memang harus dibenci dibenci, dibenci akan dosa-dosa yang telah dia buat di masa sebelumnya.

"Tak perlu sampai membawa para penduduk jika kau takut untuk dibunuh di tanganku." Mark menghunuskan pedangnya, begitupun ketiga prajuritnya yang senantiasa berdiri di belakang, menunggu ancang-ancang dari sang raja untuk menyerang. "Jika kau mencarinya, maaf. Kau sudah terlambat. Dia sudah tak berada di sini, aku tahu apa yang kau pikirkan." kali ini dia yang merasa menang, Mark mengulas satu senyum penuh kesombongan dan kemenangan walaupun pertarungan belum dimulai.

"Sungguh? Aku tahu kau berbohong. Kau pasti menyembunyikan di suatu tempat, aku tahu itu. Kau amat sangat tergila-gila padanya, terlihat dari sorot matamu yang sangat memujanya, sepertinya membunuhmu merupakan langkah yang bagus." sang ketua bandit mengayunkan pedangnya, memutarnya di telapak tangan sebagai tanda pada oara anak buahnya untuk maju menyerang.

Sang ketua berlari terlebih dahulu, membiarkan ujung pedangnya bergesekan dengan lantai, menghasilkan percikan api tanda amukan dari dirinya. Diayunkan ke depan tubuh Mark, ia sudah menargetkan Mark sedari awal ia masuk. Tatapannya sudah terkunci, menjadikannya mangsa bagi dirinya, tak ada yang boleh ikut campur. Karena Mark harus mati ditangannya. Ketiga prajuritnya langsung bergerak, menggiring yang lainnya agar pindah ke ruangan lain. Sang raja tidak ingin pertarungannya dicampuri oleh orang lain.

Dengan kaki telanjang, Mark melompat beberapa inci ke belakang, menghindari amukan dari sang ketua bandit yang ingin langsung membelah tubuhnya, ujung pedang musuh terasa panas di ujung. Menyayat apapun yang dilewatinya, terutama tubuhnya yang sudah sekarat. Gerakan kaki sang raja; Mark sedikit lambat karena harus menahan sakit sebelum terkena oleh senjata apapun. Tubuhnya sudah lemah beberapa hari sebelumnya, namun ia menguatkan diri agar dapat membunuh bandit yang amat merepotkan.

Jika sang bandit masih hidup dan dirinya tidak, ia tahu bandit itu senantiasa akan mencari Haechan sampai dapat. Walaupun Haechan sudah bersembunyi di hutan rahasia.

"Coba saja jika kau bisa membunuhku, keparat." kali ini Mark yang bergerak maju, dia mengayunkan pedangnya yang berpendar kehijauan. Lantai kembali bergetar, tapi itu tak menggoyahkan setiap langkah yang diambilnya.

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang