[13•] Fairy Tale 💮

4.1K 583 71
                                    

CAHAYA bulan merembes masuk dari jendela yang terbuka. Suara dahan kayu yang bergesekan satu sama lain menambah kesan hening dalam malam kali ini. Kelopak mata itu bergetar saat rasakan angin membelai wajahnya pelan, berbisik agar ia bangun dari tidurnya yang nyenyak. Irisnya terpantul cahaya bulan, gelap seperti langit malam di luar sana. Tubuhnya bergerak, duduk perlahan di atas tempat tidur menormalkan segala indra. Menyesuaikan netra dengan cahaya yang masuk ke dalamnya.

"Sudah hampir tengah malam rupanya, aku harus bergegas." Mark, sang raja. Turun dari tempat tidur hingga berderit karena pergerakan tubuhnya yang pelan, menggelengkan kepala karena rasa nyeri yang mendera. Tangan kanannya dia tempelkan pada dada rasakan rongga dada yang terasa menganga, sungguh semakin hari kian parah. Tapi entah kenapa bukan itu yang dipikirkannya sekarang, ada sesuatu yang sangat mengganjal dan harus diselesaikan ddngan cepat.

Selimut disibaknya, menampilkan pakaian yang tipis sudah berganti dengan pakaiannya tadi siang. Kakinya yang telanjang rasakan rasa dingin yang menyengat hingga menjalar ke tulang. Merambat hingga lutut terasa lemas, langkah gontai itu dia bawa ke sudut ruangan mengambil jubah tebal dengan bulu yang terjahit dipinggiran, jubah itu berwarna merah menjuntai hingga menyapu lantai kamar pribadi miliknya. Suara sapuan terdengar menderu sayu memecah keheningan yang terasa, suara pintu terdengar menggema tapi tak ada yang bangun dengar suara yang diciptakan pintu yang terbuka. Mungkin dengan Haechan juga. Tapi Mark bersyukur jika sang peri hutan tertidur pulas.

Pelan kakinya dibawa menuruni tangga, tak ingin menimbulkan suara, hanya berjinjit pelan gunakan ujung kaki hingga menapak tumit. Arah langkahnya dibawa ke sebuah ruangan dengan pintu berwarna coklat gelap. Didorongnya karena tak terkunci sesuai perintah.

"Yuta." panggilnya pelan hingga sosok sang prajurit memutar arah ke belakang punggung menghadap sang raja. Ia menunduk memberi hormat.

"Ya yang mulia. Kun dan Hendery sudah menunggu di atas bukit, kita bisa berangkat sekarang." Yuta melangkah ke arah tempat tidur, mengambil mantel yang langsung ia kaitkan pada bahu berjalan mendekati yang mulia. Sang prajurit berjalan terlebih dahulu, menelisik keadaan sekitar sebelum melangkah melalui gerbang belakang istana.

Udara semakin kamian terasa dingin saat angin masuk bersamaan dengan pintu yang terbuka, bagian jubah yang terbuka bagian depan Mark tutup untuk halau angin yang ingin menjilati setiap inci tubuhnya. Dengan kaki telanjang dia mengikuti kemana Yuta melangkahkan kakinya, menahan rasa sakit akibat bebatuan kecil dan krikil yang diinjaknya. Rasanya sakit namun nyaman, Mark sudah terbiasa akan nyeri yang bersarang di tubuh sendiri.

Bukit tinggi itu semakin terjal terasa, membantu pendakian dengan tangan yang memegang batang pohon kecil yang dapat digenggam, sesekali sang prajurit; Yuta akan menengok ke belakang punggung memastikan sang raja yang masih setia di belakang. Sebentar lagi hingga tempat tujuan sudah tiba, walau malam sangat gelap. Yuta sudah hafal rute jalan yang harus diambilnya, menemui Kun dan Hendery yang sudah berangkat terlebih dahulu ke tempat tujuan.

Mereka berdua sudah sampai ke tempat tujuan, mengambil udara dingin agar lewati tenggorokan. Mengisi paru-paru yang membutuhkan oksigen yang bertukar menjadi karbondioksida, terasa dingin hingga rongga dada terasa menggelitik. Udara dingin berhembus dan menari-nari di ujung bibir Yuta maupun Mark, mengumpulkan tenaga sesaat sebelum turuni bukit menuju tujuan utama.

 Udara dingin berhembus dan menari-nari di ujung bibir Yuta maupun Mark, mengumpulkan tenaga sesaat sebelum turuni bukit menuju tujuan utama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang