MATANYA sendu menatap beberapa tangkai bunga mawar yang ditanam Hendery beberapa hari lalu. Tumbuhnya subur, kelopaknya merekah semerah darah sang perawan yang paling didambakan. Perasaan sang raja seketika terbakar, gemuruh perasaan tak nyaman menderu dirinya. Mengejar hingga ia tak akan bisa lagi untuk kembali sekedar membalik wajah menyapa sang mentari yang kini berkilau keemasan. Tubuhnya sudah rapuh dan lelah adanya.
Suara derap langkah terdengar dari belakang, beberapa rerumputan renyah saat terinjak sepatu boots menghancurkan mereka menjadi layu hingga memar adanya. Ia tahu, salah satu prajurit miliknya akan mengikuti, membujuk dan berbicara padanya akan sikapnya di atas meja makan barusan.
"Sebentar lagi, aku dapat merasakannya. Tidakkah kau merasakannya juga? Mungkin tujuh malam hingga purnama terakhir akan terlihat." ucapnya dengan ujung jari menyapu salah satu kelopak mawar yang berada di ujung taman. Tersembunyi dengan baik diantara peony yang bermekaran cerah berwarna-warni, hanya sang mawar bewarna merah pekat.
"Aku tahu yang mulia, tubuh ini juga merasakannya. Hanya saja, jika kita tahu. Bukankah itu saat kau berpamitan dengan Haechan secara baik? Mawar itu?" Kun, sang prajurit terpercaya Mark melirik ke arah bunga mawar yang tumbuh dengan lebatnya hanya dalam beberapa hari. Sungguh sihir yang menakjubkan di dalam istana terkutuk ini.
Sang raja berlutut, tungkainya terasa lemas luar biasa hingga tak dapat menopang berat tubuh. Dadanya sakit, rasa perih itu sungguh menyiksa dengan perasaan menggelora di dalam dirinya. Perasaan ingin tetap ada walau itu tak berarti apa-apa, ingin memohon tapi mungkin para dewa tak akan mendengarkan doa dari makhluk terkutuk penuh dosa seperti dirinya. Jika tidak, untuk apa ia mendapatkan kutukan semenyakitkan ini. Obat? Harapan? Bahkan itu membuatnya tersiksa tiga bahkan sepuluh kali lipat.
Haechan, seorang peri yang amat dikasihani penuh cinta. Dan Mark baru menyadarinya, tapi sudah terlambat.
"Biarkan saja Kun, aku memang buruk dari awal di matanya. Maka aku harus pergi dengan kekecewaan yang harus dia rasakan, sedari awal. Itu memang harus terjadi, aku kalah dengan perasaanku sendiri. Ini lebih menyakitkan dari kutukan seratus tahun kita." Mark sudah menyerahkan diri pada bumi dan langit, rasa angkuhunya kini sudah hilang ditelan perasaan menyesal penuh cinta dan kesakitan tak kasat mata namun amat menyakitkan daripada lubang-lubang yang bersarang di seluruh tubuh. Wajah pucatnya semakin putih kebiruan, teriakan tak bersuara terdengar menyayat hati yang pilu.
Kun menggenggam tangan diri erat-erat hingga buku-buku tangannya memutih, merasakan betapa tersiksanya sang raja.
"Aku akan selalu mendampingimu yang mulia. Jika itu kehendakmu, aku akan selalu mengikutimu. Biarkan Haechan menjadi baiknya, biarkan para penduduk menyambutnya." Kun menundukkan kepala, memberikan hormat pada sang raja yang masih menatap sang bunga mawar yang melambai ringan tertiup angin pagi diterpa cahaya keemasan. Tubuh itu masih berlutut minta pengampunan seperti awan putih yang tersapu badai.
KAMU SEDANG MEMBACA
[10] The Last Aurora Fairy
Fanfic[COMPLETED] [Kingdom] [Legend] Sebuah kerajaan dan kastilnya dikutuk oleh roh hutan. Raja yang angkuh dan sombong diubah menjadi sosok menyeramkan dengan rasa kesepian yang sangat menyiksa. Penyelamat. Hanya dia, keturunan dari peri terakhir yang bi...