SESEORANG berlari menuruni bukit seperti sedang kesetanan. Wajahnya pucat dengan bola mata bergerak liar ke segala arah, ia berteriak sepanjang jalan di pemukiman para penduduk yang bercahaya temaram. Membangunkan isi-isi rumah yang baru saja ingin terlelap, kelelahan karena habis berpesta menjamu tamu spesial mereka. Lilin-lilin di dalam rumah menciptakan pendar cahaya kekuningan, suara pintu terdengar pelan menampilkan satu persatu penduduk desa yang terbangun karena ulah satu orang.
Nafasnya terengah-engah, keringatnya diseka. Dia berhenti untuk mengatur nafas, menjadikan lutut sebagai tumpuan, dari posisinya dapat dilihat bahwa paru-parunya kembang kempis menyesuaikan udara yang masuk dan juga keluar dari dalam sana. Serpihan kelabu keluar dari celah bibirnya, seperti kabut yang mulai turun menyelimuti hutan seperti kain tipis sang dewi melindungi pohon-pohon dari cahaya perak bola raksasa yang menggantung di atas langit malam.
"Siapa kau wahai anak muda? Apa yang membuatmu memasang ekspresi seperti itu?" seseorang dengan obor di tangan mendekat, ia menatap sang pemuda dengan wajah pucat itu lebih dekat. Cahaya dari obor menyinari sebagai wajahnya.
"Maaf, aku hanyalah seorang pengembara yang lewat. Namun saat kalian mengadakan pesta malam ini, aku datang untuk menyantap beberapa makanan. Karena salah satu penduduk mengizinkanku untuk bergabung." ia melirik ke semua arah, mencoba mencari sosok wanita paruh baya yang mengundangnya.
Tak lama setelahnya, dari para kerumunan muncul seseorang dengan rambut panjang menjuntai hingga akan menyentuh pinggang. Setengahnya disanggul secara terburu-buru hingga beberapa helai masih tak ikut naik ke atas. Wajahnya memancarkan rasa kantuk yang teramat namun ia tahan.
"Ya benar, dia adalah sang pengembara yang aku izinkan untuk ikut dalam pesta. Dia terlihat kelaparan," katanya dengan tatapan masih mengantuk, "kenapa kau masih di sini? Kukira kau sudah melanjutkan perjalananmu anak muda." katanya melanjutkan.
Sang pemuda berdiri tegap, "memang seperti itu. Tapi. Ada sesuatu yang membuatku harus kembali, ini keadaan darurat." dia berjalan terburu-buru, menyelip diantara para penduduk dan mengambil garpu rumput besar milik salah satu penduduk desa dari rumah terdekat yang ia temui.
"Hei apa yang kau lakukan?!" salah satu penduduk berteriak, membuat yang lainnya harus mundur beberapa langkah.
"Ambilah senjata kalian! Ambil juga beberapa obor, kita harus menyelamatkan dia!" teriaknya meyakinkan para penduduk, tapi respon yang ia dapatkan malah tatapan ketakutan. "Cepatlah atau Haechan; orang yang telah menolong kita akan dibunuh oleh monster-monster itu!"
Laki-laki yang memegang obor bergerak maju, "apa maksudmu dengan sang penyelamat yang akan dibunuh? Monster?"
Sang pemuda mengangguk, "aku melihatnya langsung, Haechan mencoba untuk menghentikan para monster itu merusak muara. Dia sendirian melawan mereka semua, dan mungkin sekarang dia sedang terluka. Oleh karena itu kita harus menolongnya, Haechan tak mungkin melawannya sendiri. Jadi sekarang ambil senjata kalian. Senjata yang paling dekat! Cepat atau kita akan terlambat! Apa kita akan membiarkannya mati begitu saja? Walaupun aku tak tinggal di sini, aku tak tega melihatnya seperti itu." desaknya dengan kedua tangan menggenggam erat pegangan garpu rumput yang dibawanya.
Semua penduduk saling bertatapan gesit. Tanpa arahan lagi semuanya langsung menuju rumah masing-masing, mengambil senjata yang perlu mereka bawa. Semuanya tampak marah, gelisah, dan juga takut. Hanya beberapa menit hingga semuanya berkumpul di tempat sang pemuda pengembara. Semuanya sudah membawa senjata, terutama para penduduk laki-laki. Ada yang membawa kapak, potongan kayu besar, sebuah belati dengan ukuran sedang, dan apapun yang bisa digunakan untuk menyerang lawan di sana. Dan ada juga para wanita membawa obor sebagai penerangan, semuanya siap untuk membantu Haechan; sang penolong bagi mereka. Terlebih lagi para 'monster' yang dikatakan sang pengembara mencoba untuk merusak muara penghubung ke bendungan, kerja keras yang sudah dilakukan Haechan akan hancur seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
[10] The Last Aurora Fairy
Fanfiction[COMPLETED] [Kingdom] [Legend] Sebuah kerajaan dan kastilnya dikutuk oleh roh hutan. Raja yang angkuh dan sombong diubah menjadi sosok menyeramkan dengan rasa kesepian yang sangat menyiksa. Penyelamat. Hanya dia, keturunan dari peri terakhir yang bi...