[16•] Fairy Tale 💮

3.6K 487 19
                                    

HAECHAN masih duduk diam di atas rerumputan, memandang langit jingga yang masih terpampang di cakrawala sebelah barat. Sayu mendayung, lembayung senja yang hampir tenggelam seutuhnya. Haechan masih belum ingin beranjak dari duduknya walau Kun sudah pergi dan kini tutup portal kenakan kain kehijauan yang tergelatak di atas lantai, suara kain yang bergesekan memasuki telinga Haechan yang runcing tapi itu tak mempengaruhi satu senti, pun untuk bergerak. Tapi saat dengar suara Mark yang berat membuatnya teralihkan.

Ia berdiri dengan sayap yang terkulai menyapu rerumputan menghasilkan gelitik di ujung-ujungnya. Telinganya menangkap percakapan yang terdengar samar-samar sampai suara pintu berderit yang terdengar cukup jelas, menandakan sang prajurit yang tinggalkan ruangan. Tak ada percakapan yang didengarnya setelah itu, ingin rasanya Haechan menghampiri Mark tanyakan kejadian yang dilihatnya tak lama, tangannya terangkat namun menggantung di udara saat jemarinya hampir sentuh kain kehijauan.

"Kau masih di sana? mendengar suara berat dari sang raja membuat Haechan terperanjat, matanya berkedip beberapa kali dengan tangan yang langsung disembunyikan di balik punggung, langkahnya akan dibawa mundur sebelum suara kembali terdengar, "tunggu." Haechan semakin membeku di tempatnya tanpa pergerakan.

"Malam ini jangan tinggalkan tempat itu, aku akan keluar. Dan aku tak jamin jika bandit-bandit itu akan kembali. Aku sudah memperingati, dan tetaplah bersembunyi di sana." alis Haechan bertautan hingga hampir saling menepuk satu sama lain, bandit? tanyanya dalam kepala yang berputar di dalam sana. Mengaduk pikirannya seperti air beriak dalam. Bahkan dengan cahaya jingga yang mulai meredup tinggalkan gelap selanjutnya, untuk apa Mark pergi pada jam sekarang? pikirannya kembali berkecamuk. "Aku pergi." adalah kalimat yang terdengar selanjutnya disusul suara deritan pintu tertutup rapat.

Tak ingin tertinggal lebih jauh, Haechan menyibak kain hijau yang tutupi cermin yang menghubungkan hutan rahasia dengan kamar pribadi sang raja, angin berhembus belai rambutnya hingga bergoyang. Beberapa hewan juga mulai mengintip malu memindai ruangan milik Mark yang nampak sudah gelap, ada hanya ada satu titik di sudut ruangan, dimana tabung kaca itu tepat di sana bersinar memandikan cahaya perak yang dipantulkan sang rembulan.

"Kalian tetaplah di sana, jangan berani-berani untuk keluar." perintahnya pada beberapa tupai yang mulai pijakan satu kaki di dalam ruangan namun segera melangkah mundur saat Haechan memperingati, dia menatap sang rusa putih yang menatap sendu tak rela atas kepergian Haechan, lagi. "Aku akan kembali, jangan khawatir." belainya pada kepala sang rusa sebelum menutup tirai itu dengan rapat.

Tungkainya di bawa perlahan ke arah jendela, iris cerahnya terpantul cahaya perak saat dia menangkap satu pergerakan di kebun bunga peony yang tumbuh di halaman belakang. Pergerakan empat orang yang benar-benar Haechan kenal kini keluar menuju bukit yang berada di belakang istana.

"Pergi kemana mereka?" seolah rasa penasaran yang semakin menggrogoti setiap inci tubuh, Haechan bergegas keluar dari dalam kamar Mark. Tanpa mengambil jubah miliknya, ia bergegas keluar. Rasa ingin melihat kegiatan apa yang tengah empat orang itu akan lakukan di tengah malam seperti sekarang, pikiran Haechan berfikir sesuatu yang buruk sekiranya yang terlintas. Dengan pakaian yang tak terbungkus mantel tebal atau jubah, sang peri hutan terbang rendah demi mempercepat langkahnya untuk menyusul Mark dan ketiga prajuritnya.

Sayapnya kini mengepak, melewati rimbunnya kelopak-kelopak bunga peony yang menyapu kaki hingga sayapnya yang mengepak rendah. Haechan tetap tak lepaskan pandangan tapi tetap menjaga jarak dengan keempat orang yang kini mulai tertelan pepohonan yang tumbuh di hutan bagian belakang istana.

Sang anak buah bandit berlutut di depan sang tuan dengan satu kepala yang diletakkan di samping tubuh. Tubuh itu masih bergetar ketakutan, menunduk dengan tangan yang terkulai di sisi tubuh. Menggenggam seolah ketakutan dia tahan di tinjuan tangannya, suara ketukan tangan terdengar di dalam markas yang jauh tertelan di tengah hutan.

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang