[18•] Fairy Tale 💮

3.1K 470 22
                                    

MARK berdiri tegap di depan tubuh Haechan yang diyakininya sudah tak sadarkan diri. Semerawut pikiran yang kalut kini memuncak dengan mata tajam mengarah ke arah para bandit yang angkat senjata masing-masing. Semuanya nampak sama, dengan satu buah pedang, panah dan jenis senjata lainnya. Tapi ada satu orang yang menarik perhatiannya, yakni satu orang yang bersembunyi lebih dalam di kegelapan hutan dengan wajah ditutupi oleh tudung hingga yang nampak hanya bibir dan dagu. Sorot mata sang raja semakin waspada.

"Apa yang kalian inginkan?" Mark menggeram dengan tangan menggenggam kuat membentuk tinjuan. Nafas Mark memburu dengan dada yang naik turun, udara dingin keluar dari celah bibirnya yang terbuka bersama perasaan gusar yang sukar ditahan. Para bandit yang menatap Mark nampak terkejut dengan rasa jijik yang menyeruak menatap bagaimana tubuh Mark yang tidak bisa dikatakan normal, mereka saling melirik dengan satu pikiran. 'Monster'.

Kun, Hendery dan Yuta beberapa saat kemudian datang dengan pedang yang sudah ada di depan dada. Menggenggam kuat pada pangkalnya dengan mata berkilat tajam, mata mereka tak seperti biasa, mata mereka bewarna emerald terpantul cahaya perak dari rembulan yang mulai keluar dari pekatnya awan yang sempat tertutup untuk beberapa saat, merangkak di dahan serta ranting hutan yang kini mulai melambai karena angin yang berputar kembali ke tempatnya.

"Kami hanya ingin membawanya," tunjuk sang ketua pada tubuh Haechan yang terkulai lemah. "Tidak kusangka, sebagaimana barang berharga itu ditangan para monster seperti kalian." sang ketua bandit mencemooh, menatap keempat orang yang mencoba melindungi barangnya, berpenampilan mengerikan dengan tubuh yang tak seperti manusia kebanyakan, ditambah lagi dengan pakaian yang terlihat kotor dan lusuh penuh kotoran di setiap sudutnya.

"Barang berharga? Dia bukan barang!" mata Mark semakin memancarkan amarah, urat-urat syarafnya sudah menyembul alirkan darah semakin cepat, giginya bergemeretak merapat satu sama lain karena perasaan membunuh sudah sampai ubun-ubun. Benci, kebencian dalam diri Mark berkumpul terbakar arang amarah yang memicu percikan api semakin besar.

"Tentu saja, setiap inci dari tubuhnya adalah harta." sang ketua bandit tertawa, jempolnya diangkat dan dijilat sebagaimana itu manis dirasakannya, seringainya meremehkan berikut belati yang diputar siap menancap kapan saja. Untuk beberapa detik hanya keheningan yang terdengar, menunggu kesempatan untuk memerintah penyerangan. Angin kembali berhembus membuat ujung jubahnya berkibar halus, tepat saat jubahnya menunduk turun sang ketua bandit lantas mengangkat kepalanya menatap ke arah Mark dari balik tudung yang dikenakan, "serang!"

Para bandit itu mengangkat senjata berlari ke arah empat sosok yang menjaga tubuh sang peri yang masih meringkuk di atas tanah. Mark menelisik keadaan, dia berfokus pada bandit yang memegang panahan, berlari kencang dengan menghindari ayunan pedang dari yang lain. Kun mendekat ke arah Mark, melindungi sang raja dengan menahan pedang yang hampir bersentuhan dengan kulitnya yang terlampau rapuh. Kun menendang sang bandit bertumpu pada tanah dan tendang bagian pergelangan tangan hingga pedang musuh terlempar ke atas tanah. Melihatnya, Kun kembali bertumpu dengan satu kaki melompat ke arah sang bandit dengan pedang yang terhunus hingga itu menembus perut sang musuh. Tak sampai di sana, Kun bahkan memutarnya merobek perut sang bandit hingga terkoyak oleh belah pedangnya yang tajam. Satu musuh berhasil tumbang.

Darah terciprat, mengalir di atas tanah hutan yang membuatnya semakin basah. Sekali lagi, pedang mereka akan memandikan darah dan juga cahaya perak dari sang rembulan.

Yuta dan Hendery menghalau ayunan pedang yang mengarah pada mereka dengan sesekali melirik ke balik punggung masing-masing. Menatap bagaimana Haechan masih tak sadarkan diri, Yuta maju beberapa langkah menghunuskan pedang dan diayunkannya hingga lengan musuh tergores cukup dalam, pedang yang awalnya mengkilat kini sudah ternodai warna merah pekat dari tengah bilah hingga ujung, mata emerald nya menatap tajam. Dengan kecepatan yang tak tertandingi Yuta dalam satu kedipan mata  sudah berada tepat di depan sang musuh, menancapkan pedangnya tepat pada jantung.

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang