[14•] Fairy Tale 💮

4K 533 12
                                    

UDARA semakin dingin terasa mengigit setiap inci wajah sang peri hutan, bahkan angin mulai menyusup di balik pakaian yang ia kenakan, menjalar merayap hingga tulang terasa nyeri setiap tungkainya. Suara angin pagi juga menyapa gendang telinganya, menyapu setiap dedauan kering hingga beberapa darinya harus tinggalkan ranting kurus berkerut menimbulkan suara desiran dan patahan yang menyapa suasana pagi yang begitu khidmat, dingin tapi begitu segar.

Kilauan keemasan pagi tak dapat lagi hangatkan tubuh Haechan, dia membawa tungkainya masuk ke dalam dengan paksa, lagi. Pikiran berkabut yang masih bersarang di otaknya kembali berputar pada perilakunya terhadap yang mulia raja barusan, kejadian yang belum beberapa jam terlewat membuat jantungnya masih terasa bergemuruh di dalam sana, mencoba menari-nari membuat sang empu tak karuan. Ia tak tahu dan tak tahu menahu tentang ciuman itu, siapa yang memulai, siapa yang mengajukan diri, siapa yang berserah diri. Semua larut dalam manik cerah maupun gelap milik Mark yang terperangkap satu sama lain. Saling menarik satu sama lain hingga dua belah bibir itu menyatu merasakan kelembutan yang amat terasa.

Walaupun bibir Mark nampak kasar dengan beberapa bagian yang terkelupas, namun ia tak tahu jika ciuman itu terasa lembut tak keras. Dingin menjalar dari bibirnya serta nafas hangat yang menerpa hidungnya masih jelas terasa. Haechan menunduk dalam dengan rona yang disembunyikan, tapi itu tertepis ketika ia teringat bagaimana wajah sang raja saat mendorong bahunya. Mendorongnya untuk menjauh dari tubuh yang berdekatan, tatapan iris itu tak Haechan tahu artinya. Terlalu membingungkan.

"Lagipula apa yang diharapkan dariku dan Mark? Pertemuan kami hanya sebuah semu. Tak nyata seperti mimpi, sebuah kebetulan yang terasa nyata." Haechan bergumam pada diri sendiri, ia harus segera menapak kesadaran miliknya sendiri, dia sendiri yang mengajukan diri untuk menolong sang raja. Namun kenapa sekarang dia malah enggan untuk pergi. Tapi sekali lagi, ia teringat akan lubang-lubang yang terdapat pada perut sang raja, ia belum bisa menemukan jalan untuk menyentuhnya secara utuh. Menyembuhkannya secara sempurna, "ya, memang benar. Itu tugasmu Haechan. Hanya sebatas kau mencari kebebasanmu dari sang raja."

Sang peri hutam memejamkan mata seketika amgin berputar dari ujung kaki hingga melingkari tubuhnya, angin yang tak tahu berasal darimana. Semuanya tak Haechan lihat, angin itu tak terasa dingin sama sekali membelai tubuh hingga membuat ujung baju berkibar sampai ke surai-surai violetnya, ia tak berani buka mata sebab debu halus dapat masuk lewat kelopak matanya yang terbuka.

"Keputusan tetap di tanganmu Haechan, ikuti kata hatimu. Sebab hati yang murni dan tulus dapat menyelamatkannya."

Sebuah suara tiba-tiba bergaung di dalam telinganya, memberi perintah pada kepala untuk menuntut berfikir. Suara yang begitu halus namun menyimpan misteri di dalamnya, Haechan tak pernah mendengar suara itu tapi ia cukup familier dengannya. Matanya masih tertutup rapat sebab angin yang masih berputar-putar di tubuhnya, tapi tak bertahan lama suara itu menghilang bersamaan dengan angin yang berpusar meninggi tinggalkan tubuh Haechan yang masih mematung memindai keadaan, terasa begitu magis.

Kelopak mata itu terbuka perlahan, menampilkan iris Haechan yang coklat cerah semakin terang saat sinar keemasan menerpanya begitu saja. Wajah Haechan mendongak menelisik setiap arah, melewati tembok tinggi pembatas dengan hutan. Barangkali asal suara berasal dari sana, tapi itu tak mungkin. Pikirnya, jarak itu terlalu jauh untuk suara yang begitu dekat, bahkan tepat di samping telinganya. Seperti sebuah bisikan pada kuncup bunga yang belum mekar. Menggelitik namun terkesan damai, Haechan menjadi takut tapi berfikir dalam diamnya. Bibirnya sedikit terbuka mendapati kejadian barusan untuk pertama kalinya.

"Apakah itu bisikan dari hutan? Dari pohon-pohon pinus yang menjulang? Hati yang murni. Apakah Mark yang dimaksudkan?" Haechan menggeleng cepat, merapatkan pakaiannya dan kembali melangkah ke dalam istana. Hatinya terlalu kacau dan pikirannya masih abu-abu untuk berfikir lebih keras lagi.

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang