[23•] Fairy Tale 💮

3.2K 467 5
                                    

DAUN berdesir bagai pasir pantai yang tersapu ombak, memanjakan telinga bagi yang mendengarkan membawa pada ketenangan jiwa hingga tertidur nyenyak bagai diiringi dawai kecapi milik sang dewa. Kilauan keemesaan juga memancarkan kehangatan, merayap turun dari sang bola raksasa yang bergantung di atas langit biru tanpa celah. Cahaya hangatnya menerpa badan, sayap dan wajah Haechan yang tengah duduk menghadap ke arah pohon kehidupan, duduk dengan kaki yang terlipat. Matanya terpejam, merasakan setiap nafas yang tersalur dari batang pohon ke seluruh hutan.

Pohon itu berkilau terang, kelap-kelipnya terpancar dari bunga-bunga yang tumbuh dari atas dedaunan yang rimbun tak pernah usang. Warnanya cerah, bunga-bunga bermekaran tanpa ada yang layu menunduk menghadap tanah. Haechan mendongak menatap sang pohon yang kokoh berdiri dengan puncak yang tertutup awan, dimana perpustakaan rahasia ada di sana. Menyembunyikan rahasia paling dalam tentang kehidupan ras peri hutan, namun itu semua telah terbongkar.

Entah itu tidak disengaja atau memang sudah waktunya untuk diperlihatkan.

Haechan menghela nafas panjang, menunduk dalam hingga tangan terkulai di atas tanah. Dalam diamnya ia tersedu. Menahan sesak hingga air mata terasa ingin mendorbrak keluar. Dan tanpa ada pertahanan yang dapat ditahan, Haechan membiarkannya keluar begitu saja. Menciptakan aliran muara hingga titik dimana air matanya terjatuh ke atas tanah yang ditumbuhi rerumputan. Sang pohon kehidupan berdesir lebih cepat, bergetar mengaliri di setiap sudut hutan.

Blue, sang rusa putih kesayangan Haechan datang dengan raut wajah khawatir, begitupun dengan hewan-hewan hutan yang lain. Datang berkerumun mendekati sang peri hutan, kupu-kupu berterbangan di atas kepala, para tupai beberapa dari mereka berada di pangkuan Haechan. Dan sang rusa putih mengeluskan bulu-bulu putihnya di belakang kepala sang peri hutan, menggosokkan ujung hidungnnya agar Haechan segera mendongak.

Haechan membalik tubuhnya, menatap ke arah mata sang rusa putih, bulu-bulu sang rusa berterbangan diterpa angin. Mata hitam itu sendu mengendus aroma Haechan, sang peri hutan yang menerima perlakuan oleh teman-temannya tersenyum tipis merasa lega walau sedikit. Gemelut perasaan yang bercampur dalam dada kini berkecamuk, mengikis setiap tembok pertahanan sang peri hutan dan sang rusa putih menyadarinya.

"Aku tak apa Blue, aku hanya butuh waktu untuk berfikir dan menenangkan diri." Haechan membelai kepala sang rusa merasakan lembutnya bulu-bulu yang memanjakan telapak tangan, "Blue, bolehkah aku meminta sesuatu padamu? Jika suatu hari nanti aku tak ada, bisakah kau menjaga hutan kita ini. Menjaga teman-teman kita agar tetap aman?" Haechan menempelkan keningnya dengan kening sang rusa memberikan pendar cahaya sebagai tanda menenangkan.

Sang rusa putih mendengus, menggeleng-gelengkan kepala hingga tanduknya bergoyang keras namun tak juga lepas. Ia merasakan kegelisahann sang peri hutan, mencoba untuk menyingkir melepaskan pendar yang terlihat jelas di kepala. Namun Haechan menahan kepala sang rusa agar diam di tempat. Hanya sebentar hingga sang peri hutan melepaskan diri, menghilangkan pendar kebiruan dan violet yang muncul. Haechan tersenyum sambil mengelus kepala sang rusa.

"Berjanjilah padauk, kau akan baik-baik saja tanpaku. Aku tahu aku tak bertanggung jawab, tapi aku juga mengkhawatirkan Mark. Aku harus bagaimana? Bagaimana jika ini adalah garis takdir yang sudah ditorehkan para dewa terhadapku? Buku itu....." Haechan memeluk kepala sang rusa, ia kembali menangis menumpahkan segala kegelisahan yang ada. Kegelisahan yang terpancar membuat efek yang luar biasa, para hewan-hewan yang melihat Haechan seketika bersuara nyaring menjerit tak karuan. Pohon inti yang kokok bergetar membuat beberapa daun dan bunga berguguran begitu saja. Seisi hutan dapat merasakannya, merasakan perasaan sedih dari sang peri hutan milik mereka.

"Aku harus pergi." Haechan membawa tungkainya untuk berdiri, berbalik untuk kembali ke cermin penghubung, tapi langkahnya terhenti. Hewan-hewan hutan tak biarkan untuk sang peri hutan pergi terutama sang rusa putih. Untuk sekali lagi Haechan memeluk Blue. "Berjanjilah padaku Blue, jika aku tak kembali menginjakkan kaki ke hutan rahasia ini tolong gantikan aku. Aku sudah mengajarkamu caranya." Haechan melepaskan pelukan membuat Blue menggelengkan kepala ribut, begitupun dengan hewan yang lain.

[10] The Last Aurora FairyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang