5. Sakit Dan Bahagia

51 37 92
                                    

"Aku harap kamu bisa jadi Bintang yang menerangi Langit gelap yang selama ini selalu membuatku ketakutan."

-

Gianna

•••

Matahari yang cerah membuat senyuman gadis berbalut baju pasien itu ikut cerah. Mungkin hanya saat siang masalah itu tidak pernah terbayang di memorinya.

Malam adalah suasana yang sangat ia benci dam takuti.

"Nona, ayo masuk, waktunya anda istirahat!" panggil seorang suster dengan sedikit berteriak.

"Bentar, aku lagi nunggu Gabri dateng!" jawabnya yang jugs ikutan berteriak.

"Kalo non ga mau masuk, nanti Gabri malah marah, dan ga mau nemuin nona lagi, lho," bujuknya.

Gadis itu pun berpikir, benar juga apa yang dikatakan suster itu. Saudaranya itu kan sudah mewanti-wanti jika dirinya tidak menurut dengan suster maka Gabri tidak akan menemuinya.

"Dia bakal dateng kalo aku masuk?" tanya polos.

"Pasti dong!"

Gadis itu tersenyum senang mendengar saudara kembarnya akan datang menemuinya.

"Ayo, kita masuk sus!"

"Siap nona!"

•••

"Semangat Bintang!!"

Pekikan Gia membuat ketiga temannya menutup telinga mereka kuat-kuat.

"Heh! Lo bisa diem ga sih?! Sakit telinga gue!" marah Jihan.

Bagaimana tidak dia berada tepat di samping Gia, dan parahnya gadis itu duduk agak menyamping menghadapnya, otomatis telinganya berhadapan dengan mulut Gia.

"Ya maaf, gue kan cuma mau nyemangatin Bintang," jawabnya.

"Percuma!" ketus Silla.

"Kok percuma sih Sil?!" kesalnya.

"Dia juga ga butuh sorakan lo!"

Gia yang mendengar itu cemberut sambil menggerutu tidak jelas.

Kenapa mereka tidak pernah mendukungnya untuk mendapatkan Bintang? Itu yang selalu Gia pertanyakan.

"Gue pergi dulu ya!"

"Sabar, bucin tingkat dewa emang menguras emosi!" gumam Jihan.

Gia terlihat berlari kecil menuju gerombolan Bintang yang baru saja menyelesaikan sesi latihan basketnya.

Banyak siswa yang sudah menyerbu gerombolan itu. Tapi Gia tak mau kalah, bahkan sekarang dia sudah berhasil berhadapan dengan Bintang.

"Ini minumnya Bintang!" ucapnya antusias sambil menyodorkan sebotol air mineral kehadapan Bintang.

Bintang menatap datar Gia yang tersenyum padanya. Menghela nafas dan berlalu begitu saja, mengacuhkan air mineral pemberian Gia.

Gia tidak menyerah begitu saja. Dia mengejar Bintang dan menghadang jalan cowok itu.

"Minggir!" ujar Bintang.

"Ini minum dulu, tuh keringetnya sampe bercucuran gitu." Dengan berani Gia ingin mengelap keringat yang ada di pelipis Bintang.

Sebelum tangan Gia menyentuh wajahnya, Bintang menepis tangan itu dengan kasar dan menatap Gia tak bersahabat.

"Aw!"

CAHAYA BINTANG : Aku Butuh Kamu! [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang