Part 23

11 5 0
                                    

✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

"Stella, di sini bukan tempat kamu, Nak."

"Ica Bunda, bukan Stella."

"Kalau kamu Ica, pasti dengerin kata Bunda."

Stella meraih salah satu tangan Bunda dan mengecupnya pelan. Kegiatan wanita yang tengah mengelus surai Stella pun terhenti seketika.

"Bunda, Stella takut, orang-orang jahat," lirihnya. Bunda tersenyum, digenggamnya tangan mungil si gadis.

"Percaya sama Bunda, setelah ini Ica akan menjadi perempuan tangguh," paparnya.

Stella bangkit, memeluk tubuh Bunda. "Pasti ada pelangi setelah badai besar." Bunda menepuk pelan punggung bergetar Stella.

"Tapi Ica masih kangen sama Bunda," celetuk si gadis.

"Ica nggak kangen Bang Atla? Farell? Keisya?" tanya bunda.

Stella langsung mengurai pelukan itu, menatap lekat netra Bundanya. "Kangen."

Sembari merapikan surai Stella, si wanita mengatakan hal yang membuat gadis itu ingin menangis. "Masih banyak orang yang sayang Ica, dan mereka semua nungguin kamu," ungkap Bunda.

Pada dimensi lain, Farel membisikan kalimat yang sama setiap waktu. Berharap gadisnya akan cepat sadar.

"I miss you and wish you speed recovery."

"I miss you and wish you speed recovery."

"I miss you and wish you speed recovery."

Stella beranjak, melihat ke segala arah untuk mencari asal suara tersebut. Tidak hanya satu atau dua kali ia mendengar rentetan kalimat itu.

"Kembalilah Stella dan perjuangkan hidup kamu."

Stella membuka mata seketika. Otaknya berkelana, mencoba untuk mengingat apa yang terjadi.

"Lo bangun?" tanya Farel yang langsung memeluk dirinya. Rasa dari rengkuhan itu tetap sama, sangat nyaman.

Gadis itu membalas pelukan Farel tidak kalah erat, memecahkan rasa rindu. Tubuh Stella menegang, dia mengingat semua hal. Farel yang mengetahui reaksi tubuh gadisnya pun memberikan ketenangan lewat ucapan.

"It's okay, lo sekarang baik-baik aja Stella," bisik Farell.

Tangan Stella terkepal kuat, ia tengah bertarung dengan rasa takutnya sendiri. Sebisa mungkin gadis itu menahan cairan bening yang akan menetes. Stella akan memperjuangkan hidupnya, seperti ucapan seseorang yang hadir dalam mimpi tadi.

Untuk beberapa saat mereka tenggelam pada posisi saling merengkuh. Lambat laun napas Stella sudah mulai teratur. Keringat dingin pun berangsur reda.

Merasa gadis dalam pelukannya sudah jauh lebih tenang, Farel menarik diri, duduk serta menggenggam tangan Stella.

"Gimana perasaan lo?".

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang