Cover by @shana_publisher
Budayakan follow sebelum baca🧡🧡
Hidup Estella Danica sudah berantakan sedari gadis itu masih berumur lima tahun. Berawal dari kepergian ayah, kematian bunda di depan mata kepala Stella sendiri. Kehidupan Stella dapat diu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✨✨✨
Wine menjadi solusi terbaik saat dinginnya udara malam menusuk hingga ke tulang. Seperti seorang pria yang tengah menikmati isi dari gelas martini. Hingga, derap langkah seseorang yang berpakaian serba hitam menggema di tengah sepi.
"Selamat malam Tuan."
"Hm, kau sudah melakukan apa yang ku minta?"
Orang itu meletakan map besar berwarna coklat di meja. "Sudah Tuan."
"Bagus."
"Saya permisi Tuan," ujar orang itu setelah melihat gerakan tangan yang tuannya berikan.
Tangan kekarnya meraih berkas tersebut. "Remora."
✨
"Pamali tau kalo makanan cuma di liatin." Kalimat itu mengalihkan atensi seorang gadis. Setelahnya, raut canggung terlihat jelas di wajah Stella. "Sorry, kayaknya kita pulang sekarang deh Nu."
"Kenapa? Lo sakit? Keliatan lemes gitu?"
"Nggak, capek aja."
"Serius?"
"Iya Keanu Sagara."
Saat mobil yang dikendarai oleh Keanu sudah hilang dari pandangan mata Stella, gadis itu pun beranjak masuk ke pelataran bangunan yang menjulang tinggi.
"Sore Mang Ujang ," sapa Stella kepada satpam rumahnya.
"Sore kembali, Non Stella."
Kaki jenjang Stella menapaki lantai marmer yang dingin, kedatangannya disambut oleh keheningan. Begitu sampai kamar yang terletak di lantai dua, Stella langsung menuju sudut ruangan.
Bunyi pecahan menggema, karena dirinya menghempaskan semua pernak-pernik yang berada di atas meja rias.
"Astaga! Kepalaku sakit sekali," erang Stella sembari memegangi pelipisnya. Hingga beberapa detik kemudian tubuh mungil itu luruh ke tempat tidur.
Stella memperhatikan sekeliling, sebuah dataran tanpa pohon terbentang luas, hanya ditumbuhi rumput pendek. Apakah sekarang dirinya tengah berada di Stepa?
Suasana disini sangat damai dan jauh dari kebisingan kota. Netra gadis itu menangkap sosok yang menggunakan pakaian serba putih di ujung sana. Perlahan tapi pasti Stella berjalan mendekat, dirinya seperti tidak asing dengan postur tubuh orang itu.
"Bun-nda," lirih Stella.Tanpa ba bi bu Stella memeluk tubuh itu.
"Anak bunda udah dewasa ya," katanya.
"Ke-kenapa Bu-Bunda ting-tinggalin I-ica?" tanya Stella dengan sesenggukan.
Bibir wanita itu tersenyum, diurainya pelukan mereka. "Bunda selalu di sisi Ica," jawabnya sambil menghapus lembut cairan yang meleleh dari pelupuk mata Stella.