Part 13

16 6 0
                                    

✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

Waktu sudah menunjukan pukul tiga sore, SMA Saebom pun mulai sepi. Namun, masih ada seseorang yang tengah menikmati laju angin dan jatuhnya dedaunan kering. Tatapan gadis itu menerawang jauh, memikirkan apa yang sudah dirinya lalui.

Jika ditelaah kembali, kisah Stella sangat memilukan. Apakah dirinya harus percaya pada kalimat semua akan indah pada waktunya?

Dia kehilangan figur orang tua, usia yang seharusnya masih di banjiri kasih sayang keluarga, justru didominasi rasa takut. Luka kehilangan itu menyebabkan mentalnya terganggu, hidup Stella tidak jauh dari obat dan psikiater.

Alfarellza, sosok baru yang dapat membuat Stella lupa jika dirinya memiliki gangguan kejiwaan. Gadis itu merasa menjadi manusia normal saat bersama Farell. Namun, pada akhirnya Farel juga pergi. Takdir selalu memupuskan kebahagiaan Stella. Stella tersentak kala merasakan kehadiran seseorang.

"Kenapa?" tanya Stella.

"Nanti malem sibuk?"

Gadis itu tampak berpikir dan menggeleng seketika. Lalu, dibalas senyuman lebar si most wanted.

"Oke, nanti gue jemput jam 7."

Stella menatap dalam punggung Farel yang mulai menjauh. Hati kecil Stella berharap lebih pada cowok itu.

"Stella, ada tamu," teriak Atlair.

"Iyaa."

Dirasa penampilanya cukup, Stella beranjak dan meraih slingbag yang berada di ranjang. Dengan keyakinan penuh gadis itu mengeluarkan botol kaca kecil dari dalam tas dan menyimpan di laci. Stella harus mencoba untuk menghilangkan ketergantungan pada benda itu.

"Mau kemana?" tanya Atlair.

"Keluar sebentar Bang," jawabnya.

"Inget ada jam malem."

"Iya Atla."

Setelah Atlair mengangguk, pria itu melenggang pergi menuju ruang kerja. Begitupun dengan Stella yang menghampiri Farel. "Ayo," ajak Stella.

Farell melihat Stella tanpa kedip, membuat gadis itu bingung. Apakah ada yang salah dengan penampilannya? Stella menepuk bahu cowok itu karena tidak kunjung membuka suara.

"Kenapa? Kok ngelamun?"

"Gapapa."

Pipi Stella memanas kala Farell menggandeng tangannya. Setelah gadis itu mendudukkan diri pada jok belakang, Farel menancap gas dan mulai membelah jalanan kota.

Stella terhipnotis oleh keindahan yang sedang dirinya nikmati. Gemerlap lampu dari gedung di setiap sudut kota benar-benar memanjakan indera penglihatan Stella. Juga semilir angin membuat suasana semakin syahdu. Senyum gadis itu mengembang saat melihat hamparan langit gelap yang dihiasi bintang. Kalimat sederhana namun indah sangat cocok untuk mendeskripsikan tempat ini.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang