Part 6

28 12 6
                                    

✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

"Sumpah, gue udah nggak kuat," lirih Keisya.

Stella hanya menggelengkan kepala pelan ketika melihat Keisya mulai menutup netra. Di depan sana seorang guru tengah memaparkan materi. Tidak ada yang salah dengan Bu Anye selaku pengampu mapel PKN. Hanya saja cara beliau menjelaskan seperti sedang menceritakan dongeng pengantar tidur.

Pada meja baris pertama, kedua, dan ketiga masih bisa menahan kantuk demi mempertahankan image sedangkan dengan baris selanjutnya yang sudah berada di alam ilusi. Namun, berbeda dengan Stella. letak tempat duduk tidak bisa mempengaruhi konsentrasi gadis itu.

Bombastis, semua iris kembali segar setalah mendengar bel istirahat. Seperti menemukan sumber mata air di tengah gurun pasir. "Baik, ibu tutup. Sampai bertemu minggu depan. Jangan lupa tugasnya dikerjakan," titah Bu Anye.

"Baik Bu. Terima Kasih," balas warga X IPA 1 serentak.

"Aku mau ke perpustakaan, mau ikut nggak, Sya?" tanya Stella.

Keisya menggelengkan kepala sembari menguap. Muka bantal Keisya menjadi tanda betapa lelapnya dia tertidur. "Kok bisa sih, tidur nyenyak di sin?"

"Bisa lah, semalem lembur drakor gue," jawab Keisya. Stella menggelengkan kepala. "Aku nggak nyangka, Bang Atla suka yang modelan kamu," canda Stella.

"Lo nggak nyadar kalau gue good looking? Satu lagi, pesona gue nggak bisa ditolak. Jadi persiapin diri aja buat jadi adik ipar gue," kelakar Keisya.

"Kemarin aku baca berita, ada yang meninggal karena terlalu PD," tutur Stella.

"Bodoamat ya, maemunah. Yang penting Atlair punya gue."

Stella? Tentu saja tidak menimpali, gadis itu sudah menjauh dari kawasan kelas. Tujuan Stella ke perpustakaan adalah mencari referensi untuk mengerjakan tugas dari Bu Anye.

"Kalau aku bawa mang Dadan, pasti bakal ramai," batin Stella. Mang Dadang adalah penjual nasi goreng di kantin.

Setelah menuliskan data diri, Stella melangkahkan kaki menuju rak buku bagian belakang. Pergelangan tangan Stella ditarik seseirang ketika sedang fokus memilah buku. Raut Stella berubah cengo.

Bagaimana tidak, jika sekarang Stella disuguhi wajah tampan most wanted. Jarak mereka berdua hanya berkisar satu jengkal. Jangan lupakan jantung Stella yang selalu berbedar dengan berlebih ketika bersama Farel. Stella sampai lupa berkedip dan bernapas.

"Napas Stella," pinta Farel.

Stella sudah seperti asisten yang mengikuti perintah majikan. Terdapat getaran aneh ketika cowok jangkung itu menyebut namanya untuk pertama kali. di saat yang bersamaan, hidung Stella terasa sangat gatal.

"Awas, mau buang ingus!!" cetus Stella. dia mendorong Farel agar menjauh. Benar saja, setelah itu Stella bersin beberapa kali sampai hidungnya memerah. Ini semua pasti karena debu. Letak rak buku yang berada di belakang membuat petugas kurang memperhatikan kebersihannya

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang