47.Telah menepi

3.1K 209 7
                                    

“Terkadang aku merasa beruntung bertemu denganmu, tapi kali ini untuk pertama kalinya aku berfikir bahwa seharusnya kau tidak pernah bertemu denganku”
-Aksarajasa-

Happy Reading^^
Salam toleransi:)

**

Ammara sedang menyiapkan sarapan pagi bersama Iren di dapur. Semalam Aksa tidak pulang, dan itu membuat semua orang rumah khawatir dan terus bertanya pada Ammara.

"Ammara, Ayah mau ngomong sama kamu" Panggil Ardi dari dalam ruangannya.

Ammara mencuci tangannya di wastafel lalu melangkah memasuki ruangan Ardi.

"Ada apa Yah?" Tanya Ammara saat sudah berada di dalam dan mendudukkan dirinya di sofa samping Ardi.

"Kamu lagi ada masalah sama Aksa?" Tanya Ardi membuka topik pembicaraan.

Ammara menghela nafas panjang sebelum berucap.

"Aksa belum bisa nerima Aku yah"

"Aksa punya pacar?"

Ammara berpikir sejenak kemudian menjawab.

"Mungkin"

"Aku mau secepatnya kita berangkat ke Swiss, dan memulai hidup baru di sana" Lanjut gadis itu, Ardi nampak menghela nafas berat sebelum berucap.

"Baiklah, ayah akan mengurus semuanya"

"Ammara gak yakin Aksa bakal setuju"

"Itu sudah menjadi tugas Ayah."

Ammara tersenyum tipis lalu beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.

**

Akira mengerjapkan matanya, gadis itu mengeryit kala cahaya matahari yang mulai memasuki indra penglihatannya. Ia menggeliat, mencoba meregangkan otot-ototnya.

Melirik ke arah sekitar. Matanya terbelalak saat menyadari bahwa malam itu dia tertidur di dalam rumah Aksa. Sial!, Dengan cepat Akira beranjak dari tidurnya.

Kakinya berhenti melangkah saat mendengar suara derit pintu yang terbuka.

Aksa masuk kedalam kamar dengan wajah datar. Pria aneh. Bahkan ekspresi wajahnya seperti tak terjadi apapun.

"Kenapa Lo kesini?"

"Ini kamar Gue, kalo Lo lupa"

Akira mengerjapkan matanya, sial!. Gadis itu lalu melanjutkan langkahnya keluar dari kamar tersebut.

**

Akira POV
Aku berdiri di depan kaca besar yang berada di dalam kamarku, menatap pantulan diriku sendiri disana. Tanganku terulur memegang bekas merah yang sedikit membiru di sana. Sial! Aku seperti seorang jalang.

Aku mengambil sebuah plester dari laci lalu memakainya. Seperti biasa, hari ini aku akan ke rumah sakit membawakan makanan untuk Bunda dan Bang Prisma. Tak ada yang spesial, masalah terus menerus menghampiri kami. Minggu depan adalah sidang perceraian Ayah dan Bunda. Itu keputusan mereka. Dan itulah akhir dari semuanya.

Aku mengambil tas selempang milikku lalu berjalan keluar kamar. Aku menghentikan langkahku sejenak, menatap sekeliling rumah. Aku akan meninggalkan rumah ini sebentar lagi. Mungkin, karena mengingat ini rumah yang Ayah belikan dan aku tidak siap untuk hidup bersama istri barunya.

**

Aksa POV
Pria tua itu sedang duduk di depanku, tepatnya pada kursi kebesarannya. Tatapannya tajam, dengan urat-urat leher yang terlihat. Siapa lagi kalo bukan Ayah kesayanganku. Sial!

Aku merobek kedua tiket pesawat itu tepat di depan wajahnya. Persetan! Dia pikir dia siapa dengan mudahnya bisa mengatur kehidupanku selanjutnya. Sudah cukup dengan pernikahan sialan itu saja.

BRAKK..

Ayah mengebrak meja di depannya. Mata itu memicing hingga menimbulkan kerutan di wajahnya.

"Kamu lebih memilih gadis itu?!" Suaranya menggelegar memenuhi ruangan itu. Sialan! darimana pria tua itu tau tentang Akira.

"Berhenti ikut campur urusan ku!!"

Aku menendang kursi yang berada di depanku, emosiku memuncak begitu saja.

"Kamu sudah berkeluarga sekarang! Berhenti bersikap seperti anak kecil yang pembangkang!"

"Persetan! Jika aku pembangkang, aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku dalam rumah ini. Dan satu lagi, aku menjadi seperti ini karena ayah!"

Bugh..

**

Langkah Akira terhenti, gadis itu mendongak menatap wajah wanita yang berdiri di depannya. Ammara. Entah sejak kapan gadis itu sudah berada di teras rumahnya.

"Gue— mau ngomong sesuatu sama Lo"

Akira mengangkat kedua alisnya, lalu menggangguk tanda menyetujui permintaan Ammara.

"Masuk. Kita bicara di dalem aja"

Akira mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam rumahnya.

**

Akira POV
Aku duduk di sofa tepat di depan Ammara, gadis itu terlihat berbeda dari terakhir kali aku melihatnya. Mungkin badannya sedikit kurus, katung mata hitam yang terlihat jelas, seperti bukan seorang Ammara Everlyn.

"Lo mau ngomong apa? Tentang Aksa?" Tanyaku memulai pembicaraan. Aku tak suka berbasa-basi.

Gadis itu merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat yang cukup tebal.

"Gue rasa itu cukup. Gue harap Lo ninggalin Aksa"

Aku melebarkan mataku. Wanita gila! Dia pikir gadis macam apa aku?!.

"Lo pikir Gue jalang?!"

Ammara diam.

"Gue cuma mau hidup tenang." Ucapnya.

"Please, gue mohon tinggalin dia."

Aku memutar bola mataku.

"Tanpa Lo suruh, gue pasti tinggalin dia kok. Gue gak akan jadi pelakor di pernikahan Lo, gue masih waras"

"Dan Gue gak butuh itu" Aku menyodorkan kembali amplop itu.

"Gue sama Aksa berangkat ke Swiss besok, mungkin itu kali terakhir Lo ketemu dia, Lo bisa dateng ke bandara besok. Kalo Lo mau"

Deg..

Swiss? Aku tak pernah berfikir itu terjadi secepat ini. Aksa tidak mengatakan apapun padaku tadi malam. Oh, mungkin karena kita sangat kacau malam itu. Jujur saja aku belum siap untuk benar-benar melepaskannya.

**

Vote & comment🥀

AKSARAJASA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang