Bab 19

281 22 0
                                    


Mina masih menangis tersedu sedu didalam mobil. Mina tidak ingin pulang sebelum menyelesaikan tangisnya. Dan Rafa masih setia menunggunya.

"Tidak apa, semua ini pasti berlalu." ucap Rafa berkali kali kepada Mina.

"Hiks...sam..pai..kapan..pun...saya...tidak. Akan pernah...berhasil atas kemampuan saya sendiri." ucap Mina tersedak sedak. Mina memegang tisunya untuk menghapus ingusnya.

"Saya tidak punya sesuatu untuk dibanggakan. Diri saya! Tidak pernah bisa berguna untuk orang lain. Benar kata orang, peringkat kelas menentukan masa depan." Mina menarik nafasnya. "Saya tidak pernah punya peringkat dalam kelas Pak, huwaaa!!!!"

Lima detik kemudian.

"Tidak apa, saya masih bisa memulai dari awal lagi kan Pak?"

Rafa mengangguk mengiyakannya.

"Saya tidak akan pernah berhasil berapa kali pun mencoba!"

Wajah Mina terangkat. Ia memasang wajah yakin. "Tidak masalah, issac newton pun berkali kali kalah namun hasilnya sangat sempurna bukan?"

Lima detik kemudian. Mina membuang ingusnya ke samping mobil yang kebetulan ada tong sampah.

"Saya lebih baik berhenti dari sekarang. Saya tidak mau mencobanya lagi pak."

Rafa sudah menghabiskan rotinya. Ia menyodorkan air botol kepada Mina. Lalu menunggunya sampai tenang.

"Kita bisa bicarakan lagi nanti. Ini sudah jam 11 malam. Bagaimana kalo kita makan dulu? Lalu pulang setelah itu?"

***

Rafa melongo melihat pesanan yang dipesan oleh Mina hampir mengisi keseluruhan meja makan mereka. Rafa langsung tersenyum kearah Mina.

"Apa semua ini?"

"Kenapa? Bapak engga mau bayarin?"

"Bukan bukan itu maksudnya, semua makanan ini siapa yang akan menghabiskannya?" tanya Rafa dengan wajah kagetnya.

"Kita berdua, kalo bapak engga suka biar kita bawa pulang."

Rafa hanya bisa tersenyum dengan terpaksa. Ia memijat sedikit pelipisnya yang sedikit berdenyut saat ini.

20 menit ternyata tidak cukup untuk menghabiskan makanan yang tersisa diatas meja. Rafa sudah mengambil seteguk air lalu mengangkat kedua tangannya. Ia sungguh menyerah soal makanan.

"Saya sudah kenyang, aghh—" suara sendawa itu berasal dari Rafa. Rafa lalu bangkit dan membayar makanannya. Ia juga meminta untuk dibungkus sisanya.

"Kita pulang sekarang."

Mina mengangguk lemah. Ia jadi teringat sesuatu lagi. Selama dalam perjalanan pulang. Mina sengaja menghadap keluar jendela dan membukanya lebar lebar. Sambil memejamkan mata, Mina menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya.

"Nanti masuk angin." seru Rafa menegurnya.

Mina menjauhkan wajahnya karena pelan pelan kaca jendela itu naik keatas. Dengan wajah yang ditekuk paksa, Mina langsung menghadap kedepan.

Lagi enak enak

"Bagaimana kalo kamu membuat cerita lain lagi?"

"Cerita apaan?" tanya Mina sinis.

"Ikhlaskan Ria dan Galih."

Mina menghembuskan nafas kasarnya. Kenapa juga adalah masalah seperti ini? Ria dan Galih itu termasuk cerita hidupnya. Bagaimana ia bisa merelakannya begitu saja?

**

Alsa menatap kearah lapangan sekolah. Bagaimana bisa Albar masuk ke sekolahnya menjadi kakak kelasnya? Bukankah dia seangkatan?

Idih Pak BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang