Bab 17

277 24 0
                                    

Yang berarti baik bagimu, belum tentu baik untuk orang lain.

Rafa tiba dirumah hampir jam 9 malam. Ia langsung bermain dengan anaknya. Mina yang melihat interaksi keduanya sedikit tersentuh. Mana bisa ia melakukan semua itu kepada ayahanya?

Mina tidak mempunyai kenangan atau kesenangan saat bersama ayahnya. Ia mendesah berat sampai tidak menyadari bahwa Rafa bisa merasakannya.

"Mamah ayo duduk." ajak Rafa yang sedikit membuat Mina terperanjak. Lalu bersemu merah karena panggilan Rafa padanya.

"Saya harus bantu Bi Ratih masak didapur."

"Katamu tidak bisa memasak bukan? Lebih baik duduk saja disini."

"Ah, saya lebih baik bantu bantu Bi Ratih. Kalian bermain saja berdua." Mina langsung berjalan kearah dapur.

"Saya bantu Bi."

"Silahkan Nyo—ehm Neng Mina."

Mina tertawa kecil. "Nanti juga biasa panggil saya seperti itu."

Mina mengambil pisau untuk memotong beberapa sayuran. Ia biasanya memang bagian memotong didalam rumah. Tiba tiba Mina mengingat kenangan indahnya di dalam rumah. Lalu teringat bagaimana bagian paling terburuknya.

"Punya masalah? Boleh atuh cerita ke saya." seru Bi Ratni disebelah Mina.

"Apa seorang ibu benar benar mencintai anaknya?"

"Tidak ada seorang ibu yang tidak mencintai anaknya didunia ini."

Tidak ada seorang ibu yang tidak mencintai anaknya di dunia ini.

Kata Tessa tadi siang. Mina teringat kembali dengan kejadian siang ini. Apa lebih baiknya ia mengaku pada suaminya?

Mina memikirkan tentang pilihan itu. Tapi sepertinya Rafa bukan orang yang mudah marah. Mungkin ia bisa memahami dirinya bukan? Yang harus Mina lakukan adalah berterus terang.

Saat makan malam itu. Sebuah panggilan datang untuk Rafa. Mina mengurungkan kembali niatnya untuk bicara.

"Aku boleh melukis minggu ini?" tanya Albar.

"Bolehlah, kapan pun kamu mau."

Tak selang lama, Rafa kembali dengan raut wajah datarnya. Mina menarik nafas lebih dulu.

"Ada yang mau saya bicarakan Pak."

"Albar, kamu masuk kamar." titah Rafa dengan nadanya yang datar tapi Albar seolah tau bahwa itu peringatan.

"Saya pikir sebaiknya..."

"Apa yang kamu pikir baik belum tentu baik untuk orang lain." bengis Rafa. Ia menatap tajam kearah sorot mata Mina langsung.

"Saya belum kasih tau kamu, ada batas batas yang tidak bisa dilewati. Ada sebuah pilihan yang tidak harus kamu campuri. Dan ada suatu masalah yang harusnya kamu diam saja atau pura pura tidak tau."

Mina menegak salivanya berat. Sembari menahan genangan air mata yang sudah ia tahan sejak tadi. Mina tidak ingin menangis dihadapan Rafa saat ini.

"M-maa-af, ss-aya tidak tau—" Rafa sudah berbalik pergi meninggalkan Mina sendirian di meja makan itu.

Kenapa jadi seperti ini?

**

Mina terbangun sendirian diranjang besar itu. Ia tidak melihat batang hidung Rafa sejak malam kemarin. Apakah hubungannya memang serumit ini? Dibatasi oleh sesuatu yang tidak bisa Mina lihat sekilas mata? Tapi tidak bisa dicampuri?

Idih Pak BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang