Mina bangun dipagi hari karena harus ke rumah Pak Rafa lagi. Kontraknya belum selesai. Dan untuk menyelesaikan naskahnya. Ia harus dibantu oleh Pak Rafa.Mina turun dan mendapati keluarganya sedang menyantap sarapan. Tidak, lebih tepatnya adalah orang yang bekerja.
Iya harus memberitahukan kepada seluruh keluarganya bahwa hari ini ia mendapatkan pekerjaan bukan? Mina sudah mencuci wajahnya lalu menarik kursi pelan pelan. Dan duduk dengan berusaha tidak mengeluarkan suara. Setelah berhasil ia membuka piring yang berada didepannya.
"Hari ini..."
"Engga ada kerjaan? Jangan duduk disebelah kakak, kamu itu bau belum mandi." ujar Kak Ezar melirik sekilas.
"Aku bakal siap siap kok, aku mau bilang..."
"Emil datang kemarin? Kenapa tidak memberitahu? Minah kamu jangan sok tau soal kehidupan kakak deh. Kehidupan kamu aja engga bisa kamu urus."
"Aku mau kasih tau, tapi..."
"Kamu bicara apa soal hak? Kamu lupa? Hak kepemilikan tanah rumah ini sudah menjadi milik kakak?"
Ezar berdiri menatap Minah. Semua orang terdiam mematung.
"Emil bilang, kamu itu mengusir dia dan bilang kalo kamu adalah pemilik rumah ini!"
"Ezar!" Gertak Ajeng. "Fuji kamu masuk kamar ya, A tolong anterin Alsa sekolah."
Minah menunduk lebih dalam. Hal ini semuanya hanya akan sia sia. Kenapa tak ada satupun yang berjalan baik dalam hidupnya?
"Minah, kenapa kamu mengganggu orang yang sedang sarapan?" seru sang mamah.
Aku bukan pengganggu mah...
Mina cuman ingin kasih tau kalo Mina sudah dapat pekerjaan.
"Tidak mau menjawab?" suara lantang Kak Ezar kembali terdengar.
"Aish, ayo kita berangkat sekarang Ezar. Mah, Nah kami berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." Ajeng menarik adiknya untuk keluar dari rumah. Dan kini tinggalah Esih beserta anak bungsunya.
"Tidak cukup kemarin mengganggu?"
Minah mendongakkan kepalanya. Aku bukan pengganggu! Apa salahnya jika aku ikut sarapan? Itu tidak akan ada bedanya! Kenapa mamah hanya memerdulikan Kak Ajeng? Kak Ezar? Kenapa aku tidak? Apa tolak ukur perhatian sebesar gaji yang diberikan mereka?
"A-aku mau keluar sebentar." lirih yang diucapkan Mina nyatanya.
Mina hendak melangkah keluar. Namun sang ibu mengucapkan beberapa kata memohoknya.
"Anak banyak uang, orang tua dijadikan pembantu."
Mina langsung berbalik tapi sang mamah sudah tidak terlihat. Ternyata bukan hanya dirinya saja yang terluka. Tapi kedua orang tuanya bahkan lebih terluka. Mina melihat kembali wajah sang ayah yang bangun pagi pagi tapi hanya bisa melihat lewat kaca jendela. Seberapa kali pun ia merutuki nasib ini. Tidak akan pernah terjadi perubahan yang lebih baik.
Langkah kakinya membawa dia ke sebuah warung milik temannya Icang.
Mina langsung duduk dibangku kayu. Sedangkan Icang yang habis beres beres lantas keluar menemani Mina.
"Aya naon euy?" (Ada apa ini?)
"Keluarga gue..."
Icang yang seolah mengerti lantas memukul mukul kecil pundak Mina disebelahnya. "Hayang nginum teu?" (mau minum tidak?)
Mina mengangguk singkat menjawabnya. Dengan tatapan yang masih tampak sedih. Icang tau, bahwa hidup Mina ini sangat berat. Sudah putus sekolah, putus pekerjaan habis itu putus dari sang do'i.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idih Pak Bos
RomanceMinah Suparti adalah orang pertama yang membenci namanya sendiri. Karena nama ibaratkan keberuntungan seseorang. Namanya cantik, alhamdulillah wajahnya jadi ikutan cantik. Minah hanya pengangguran dan beban dikeluarganya. Suatu ketika ia bertemu keb...