Apa yang lebih buruk dari mengetahui hal buruk padahal harimu tengah ditelan sibuk? Entahlah, saya pikir tidak ada, atau itu cuma perasaan saya yang telah terlanjur dihunjam sakit tidak terkira.
Belakangan kantor saya sangat sibuk, kantor saya dalam konteks yang saya maksud adalah divisi saya dan beberapa divisi yang berhubungan dengan zona di mana saya ditempatkan. Tidak tahu dengan bangku-bangku di atas sana.
Saya memang tidak mengambil jam lembur, tetapi akhir-akhir ini Mama saya seringkali mengeluh sebab lebih sering melihat saya memandang layar laptop sampai larut malam daripada tidur lebih cepat atau menemani kegiatannya.
Apakah saya lelah? Tentu. Bukan hanya fisik saya, tetapi juga pikiran saya yang seolah-olah penuh oleh hal-hal yang entah apa isinya.
Belum sampai di situ, masih ada klimaks lain yang membuat keinginan saya untuk membenturkan kepala sendiri pada dinding semakin menjadi.
Sekitar pukul enam sore, saya menatap tumpukan berkas di hadapan saya dengan lemas. Itu sebenarnya bukan bagian pekerjaan saya, tetapi karena saya ingat betul hari ini Malik mungkin lebih lelah daripada saya sebab bisa saya lihat, sejak pagi tadi dia telah pergi ke sana kemari tanpa henti, mengunjungi divisi sekitar bahkan kantor di tempat lain untuk menyebarkan hasil analisis statistik kantor kami.
Maka bersama niat penuh membantu dan tenaga tak seberapa, saya mengangkat tumpukan berkas tersebut, keluar dari kubikel kami dan membawanya sampai ke ruang photo copy.
Saya tidak tahu, mananya niat baik saya yang terlihat tidak tulus di mata Tuhan, sebab begitu langkah saya terhenti di depan pintu ruang photo copy yang tidak biasanya tertutup rapat, saya malah menemukan punggung lelah saya seperti dipukul menggunakan beban kelewat berat tak kasat mata.
Saya seperti terjatuh, saya terinjak, saya terbuang dan saya tidak lagi merasakan saya memiliki sisa harga diri.
Suara-suara nyaring di balik sekat kaca buram ini memperdengarkan saya banyak keluhan tentang seorang pegawai divisi bawah bernama Rianka Fabella. Mereka bilang, semenjak perempuan bernama Rianka itu datang, suasana kantor berubah. Rianka mengacaukan tali-temali di dalamnya. Dan disambung oleh kelakuan-kelakuan Rianka lainnya yang mereka jabarkan layaknya sebuah dongeng, detail dan penuh emosi.
Tentu, tidak ketinggalan yang paling mencekik napas saya dalam-dalam; Rianka yang menghancurkan hubungan sepasang kekasih hanya lewat sifatnya yang lugu dan berharap disukai semua orang.
Keseluruhan diri saya terpaku setelah itu, segala fungsi kerja tubuh saya mati rasa, kecuali rungu yang tersisa untuk mendengar lantunan nada dering samar-samar dari dalam saku jas biru langit saya.
Lalu hening.
Dering ponsel saya ramai seorang diri, mengacaukan suasana, juga konversasi pelik yang mendadak senyap di dalam bilik yang dipenuhi mesin tersebut. Hingga deringnya tidak lagi terdengar, selama itu pula saya tidak sanggup bergerak hanya untuk mengangkatnya.
Tidak lama, dua sampai tiga derap langkah kaki menggema, begitu saja pintu buram di hadapan saya terbuka lebar. Menampilkan beberapa wajah familier dan beberapa wajah asing, beberapa masih menyisakan ekspresi jengkel namun beberapa tendensi lebih terkejut jelas tercetak di wajah mereka.
Masih hening.
Kemudian suara paling familier bersama tanya mutlak berbentuk 'siapa?' melanjutkan keheningan dalam bekunya saya.
Sosok Qiara muncul setelah itu, kami bertukar pandang sebentar. Sebentar sekali. Sepasang mata tajam itu lalu mendengus kasar, berpaling kembali pada dokumen di tangannya dan sepertinya urung untuk melubangi kedua mata saya yang masih tidak mau melawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why We Here
FanfictionPernahkah kamu bertanya, mengapa kita ada di sini? (Was) #1 - hajoon #1 - the rose [ Why We Here ; DAY6's ] ©2020, Nyctoscphile (200320ㅡ210828) All Rights Reserved.