14

74 16 37
                                    

Mulanya, saya tidak tahu mengapa.

Tetapi saya merasa, lagi-lagi keberuntungan hari ini tidak sedang berpihak pada saya. Atau paling buruknya adalah, saya hanya menjadikan hari kemarin dan pagi hari yang belum genap menginjak separuhnya ini menjadi beban pikiran bagi saya.

Karena belum apa-apa, saya sudah menghela napas panjang sebab harus menunggu sekitar tujuh menit di sisi jalan, menunggu angkutan umum yang bersedia mengantar saya pagi-pagi sekali menuju kantor.

Kekhawatiran dengan motor saya (sebenarnya milik kakak saya nan jauh di daerah seberang) berujung terlihat klimaksnya hari iniㅡtadiㅡbeberapa waktu lalu saat saya mencoba menyalakan kontaknya, starter utama sama sekali tidak berfungsi. Bahkan alternatif starter lain pun turut menambah abu-abu awan gelap di atas kepala saya, maka setelah kata 'terlambat' mengawang tepat di atas dahi, saya tidak punya pilihan selain berlari ke sisi jalan di luar kompleks untuk mencegat angkutan umum dengan jalur searah.

Saya tercenung sekian menit ketika kendaraan beroda empat ini melaju, entah memikirkan apa, tetapi rasa berat itu sama sekali tidak bisa saya hindari.

Demi mengusir kebosanan, saya memberanikan diri mengeluarkan ponsel dari dalam tas selagi angkutan ini masih lengang dan tidak ada orang lain selain sang supir serta satu anak muda di dekat pintu. Karena sejujurnya, saya sedikit takut jika harus memainkan ponsel di tempat umum.

Awalnya saya hanya ingin mengabari Papa atau kakak saya jika motor saya di sini bermasalah, namun rencana saya buyar dalam hitungan detik setelah satu pesan masuk baru muncul ke permukaan.

Malik :
Hei
Nanti kamu piket kan ya?
Kalau iya nanti kumpulin laporan divisi aku pas istirahat siang bisa?

Tertegun saya beberapa detik membaca pesan tersebut, pikiran saya berpikir tentang membalas namun jemari saya tidak mendukungnya.

Sampai notifikasi lain menyusul atas kebingungan, saya menyerah dan memutuskan membalasnya sekarang.

Malik :
Kok
Kok dibaca sih
Belum berangkat?

Rianka :
Udah aku udah berangkat.

Malik :
?

Rianka :
Aku naik angkot
Motor aku ngadat.

Malik :
Astaga
Bakal telat dong?

Rianka :
Gitu deh.

Malik :
Gapapa sih telat juga
Yang penting hati-hati.

Kan, lagi-lagi napas saya otomatis tertahan di detik itu juga.

Malik :
Hati-hati ya
Tasnya diritsleting, jangan ditaruh di samping
Kalau bisa duduknya di pojok.

Rianka :
Iya Lik
Makasih udah diingetin.

Malik :
No worries Ka
Angkot biru kan? Suka rawan soalnya.

Rianka :
Tapi lebih rawan angkot putih nggak sih?

Malik :
Haha iya juga
Temenku tiap kecopetan selalu di angkot putih
Tapi tetep hati-hati ya Angka.

Saya kemudian berpikir kenapa Malik begitu gesit membaca dan membalas pesan-pesan saya, apa dia siaga? Apa dia menunggu? Apa ada arti lain di balik kata hati-hati itu? Apa dia melakukannya pada setiap orang?

Why We HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang