Raina kini berdiri di atas jembatan dengan pikiran kosong. Binar kehidupan di mata gadis itu seolah hilang. Gadis itu tampak seperti raga yang tak memiliki jiwa. Seperti mayat hidup dengan pikiran kosong.
Raina terus saja berjalan pelan dengan pandangan lurus kedepan mengabaikan semua yang ada disekitarnya. Tepat setelah sampai ditengah jembatan gadis itu berbalik menghadap sungai terjal yang ada dibawah.
Apa yang akan terjadi jika dirinya terjun kedalam sana. Sepertinya seru. Mungkin itu bisa menghilangkan rasa sakit di hatinya, atau menimbulkan sensasi kebebasan saat tubuhnya terhempas bebas membentur air, tenggelam, dan terbawa arus di dalamnya.
Raina mulai memanjat pembatas, dirinya kini duduk diatas pembatas jembatan yang menghadap langsung pada sungai terjal dibawah nya. Gadis itu diam menunduk memperhatikan kaki telanjangnya yang banyak goresan karena berlarian di aspal tanpa alas kaki. Gadis rapuh itu menggoyang-goyangkan kakinya membuat dirinya tampak sedikit menyeramkan. Bagaimana tidak, seorang gadis dengan penampilan acak-acakan yang masih menggunakan seragam SMA duduk di pembatas jembatan dengan kaki telanjang dan luka di sekujur tubuhnya. Orang lain akan berpikir jika itu bukan manusia apalagi jalan itu terlihat sangat sepi. Raina kini lebih mirip arwah gentayangan.
Pandangan Raina kini jatuh pada tangannya yang banyak goresan juga lebam akibat cengkeraman dan pukulan bertubi-tubi dari papa nya. Apa sekarang orang tua itu masih bisa dipanggil papa oleh Raina?
"Hahaha padahal yang luka tangannya tapi kenapa yang sakit malah di sini." Tunjuk gadis itu pada dadanya yang terasa sesak.
"Baiklah, saatnya bersenang-senang."
Dan dengan gilanya gadis itu melompat kearah sungai.
Raina memejamkan matanya, bersiap merasakan benturan atau sesuatu pada tubuhnya. Tapi nyatanya gadis itu tak merasakan apa-apa. Raina membuka matanya dan mendapati dirinya melayang diatas sungai, lebih tepatnya menggelantung karena ada yang menahan tubuhnya. Dirinya mendongak dan mendapati Revan yang tengah memegang tangannya erat.
"Rai lo gila!!" teriak Revan.
"Cepetan pegang tangan gue"
Raina tetap bergeming dan menatap Revan dengan pandangan kosong.
"Raina gue bilang pegang. Sampai lo lepasin tangan gue, gue nggak bakal maafin elo." Revan masih saja berusaha mengangkat tubuh Raina.
"Shit!" Rutuk Revan dalam hati.
Cowok itu masih saja berusaha mengangkat tubuh Raina. Susah payah Revan melakukannya karena Raina sama sekali tak ingin mengulurkan tangan ataupun berusaha menggapai tangannya. Akhirnya setelah beberapa lama gadis itu telah berhasil di tarik oleh Revan keatas. Raina langsung saja ambruk ke dalam pelukan Revan.
"Rai lo kenapa sih?!" Tanya Revan dengan napas naik turun dan degup jantung tak beraturan.
Revan sudah ingin melontarkan pertanyaan lagi namun terhenti ketika merasakan pelukan Raina semakin erat, dan terdengar lirih isak tangis dari bibir gadis itu. Yang bisa Revan lakukan saat ini adalah membalas pelukan Raina. Mendekap gadis itu untuk menyalurkan kekuatan, perlindungan, dan mencoba membuatnya tenang.
Revan bangkit menggendong Raina yang masih setia memeluknya, membawa gadis itu kearah mobilnya.
"Lepas dulu ya Rai," bujuk Revan dengan suara lembut, mencoba melepaskan pelukan Raina setelah mendudukkannya pada jok mobil.
Raina masih saja tak mau melepas pelukannya pada Revan.
"Hai, bentar doang oke. Habis itu bisa peluk lagi." Revan melepas perlahan tangan Raina yang melingkar di perutnya lalu mengusap kepala Raina lembut sebelum mengecup puncak kepala gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda R
Teen FictionNggak maksa buat follow, tapi nggak mau pura-pura kepencet gitu? Hehe. Selayaknya bunga yang butuh waktu untuk mekar tapi belum tentu akan mekar dengan sempurna atau malah gugur sebelum waktunya. Dan aku seperti bunga itu. Kelopakku gugur sebelum...