Part 23

243 38 152
                                    

Raina terus saja melangkahkan kakinya menjauh dari ruang kelas. Entah kemana kakinya membawa gadis itu pergi, yang terpenting sekarang dirinya harus menjauh terlebih dahulu.

Karena tak memperhatikan jalan gadis itu menabrak seseorang. Buru-buru Raina meminta maaf dan ingin melanjutkan jalannya tanpa melihat siapa orang yang di tabraknya, tapi langkahnya terhenti saat seseorang mencekal lengannya.

Mata sembab gadis itu besitubruk dengan mata tajam itu. Tanpa diduga jemari cowok itu singgah di pipi Raina mengusap bekas air mata yang masih terlihat jelas disana.

"Lo nangis?"

Suara cowok itu malah semakin membuat hati Raina tak tenang. Bagaimana mungkin setelah kejadian itu dirinya menanyakan pertanyaan bodoh seperti ini.

"Lepas," ucap Raina dingin.

"Rai gue tahu gue salah tapi..."

"Lepas gue bilang. Lo budek?"

Dirga menatap Raina tak percaya. Gadis didepannya ini tampak sangat berbeda.

Keduanya masih saja diam menatap satu sama lain. Raina dengan tatapan dingin dan kebencian sedangkan Dirga dengan tatapan tajam tak habis pikir.

Tanpa banyak bicara Dirga menyeret Raina ke taman belakang yang sepi dan jarang ada yang melewati.

"Lepas. Bisa nggak sih nggak usah pegang-pegang." Raina menyentak kasar tangan Dirga hingga lepas.

"Diam!" Bentakan Dirga ampuh membuat Raina bungkam, bagaimanapun gadis itu tetap merasa takut jika berhadapan dengan Dirga.

"Gue mau ngomongin soal kejadian di apartemen gue. Gue bener-bener minta maaf"

"Terus setelah lo minta maaf semuanya bakal balik kayak semula gitu?," Potong Raina cepat sebelum Dirga menyelesaikan ucapannya.

"Gue tahu maaf gue nggak bisa ngerubah apa-apa, tapi seenggaknya gue udah berusaha membuat keadaan lebih baik"

"Lebih baik lo bilang? Lo nggak pernah tahu apa yang gue alami. Lo ngehancuri hidup gue. Lo ngerusak semuanya!" tekan Raina berusaha menahan agar air matanya tak jatuh.

"Gue tahu. Maka dari itu gue mau bicarain soal ini"

Raina diam menunggu kelanjutan dari ucapan Dirga.

Dirasa Raina sudah tenang dan ingin mendengarkan, Dirga melanjutkan bicaranya.

"Kita masih sekolah, dan gue sama lo juga masih muda banget jadi, semisal lo hamil kita gugurin aja."

Raina mengepalkan tangannya mendengar penuturan Dirga tadi, matanya tiba-tiba terasa panas dan bulir air mata sudah menggenang di pelupuk siap untuk meluncur jatuh.

"Gue bener-bener benci sama lo! Gue. Bener-bener. Benci. Sama. Lo," tekan Raina di setiap katanya.

"Rai plis ngertiin gue"

"Dan Lo apa pernah ngertiin gue hah?!"

"Rai gue cinta sama Raisa. Nggak mungkin gue tanggung jawab semisal lo hamil"

Raina tak ingin menahan air matanya lagi, ia membiarkannya lolos begitu saja di depan cowok berengsek ini. Kenapa harus Raisa? Kenapa selalu Raisa? Kenapa selalu kakaknya itu yang mendapatkan semuanya? Kenapa? Tidak bisakah sekali saja dirinya yang di pandang.

"Gue tetep bakal tanggung jawab dengan ngasih lo uang, apartemen, dan apapun yang lo butuhin, tapi gue nggak bisa kalo harus ninggalin Raisa demi lo. Lo hanya perlu diem dan kebutuhan lo akan gue jamin." Dirga mengucapkan itu dengan ekspresi yang seolah ini bukan masalah besar baginya.

Tertanda RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang