Part 2

432 154 105
                                    

"Kakak ngapain nyium aku! Ternyata selain kakak nggak sopan juga nggak ada ahlak ya, main nyosor sembarangan" kataku memburu dengan nafas ngos-ngosan karena perasaan yang campur aduk.

"Emang kenapa lo suka kan sama gue, dan lo suka kan gue cium kayak tadi?" katanya dengan senyum meremehkan.

"Tapi nggak gitu juga dong kak main nyium orang, itu namanya nggak sopan!"

"Udahlah nggak usah sok jual mahal, kalo lo suka bilang suka nggak usah sok-sokan marah, lo suka kan sama gue? Atau lo mau lebih dari ini? Boleh kok boleh banget malah"

Kak Dirga yang udah mau pegang wajah aku tapi segera aku tepis tangannya dengan kasar.

"Kakak udah keterlaluan ya, gini-gini aku juga masih punya harga diri" kataku yang udah naik turun ngos-ngosan nahan marah.

"Emang berapa sih harga diri lo. Gue jamin gue masih mampu buat beli itu, dan seharusnya lo bersyukur dapat kesempatan ciuman sama gue. Mana ada cewek yang nolak gue cium, dan satu lagi mana ada cowok yang mau nyium cewek kampungan kayak lo," katanya dengan santai, yang bikin aku makin sakit.

Aku udah nggak tahan lagi sama itu semua, ku dorong dia dan kutampar dengan sepenuh hati dan tenaga yang aku punya buat luapin emosi yang udah bergejolak meronta-ronta sejak dari tadi.

"Kakak keterlaluan ya, aku emang kampungan kak, tapi aku nggak bakalan sudi jual harga diri aku ke orang nggak ada otak kayak kakak!! Orang yang nggak punya perasahan kayak kakak!!" ucapku dengan air mata yang udah di garis star. Aku udah nggak perduli sama pandangan orang-orang, aku lari sekuat-kuatnya melarikan diri dari keadaan yang entah kenapa nggak enak banget.

Semua orang liatin aku dengan pandangan beda-beda ada yang iba, kasian, meremehkan,dan lain sebagainya. Kudengar para sahabatku memanggil-manggil namaku tapi aku tetap lari sampai di depan toilet, langsung ku tutup dan kunci pintu toilet dari dalam.

"Rai buka dong jangan kayak gini gue takut lo kenap-kenapa," kata Ika lembut membujukku supaya keluar.

"Rai kita semua khawatir sama elo Rai buka dong pintunya," kata Aya dengan nada khawatir.

"Kalian pergi tinggalin aku sendiri"

"Rai lo kenapa sih dia kan cuma bercanda bilang kayak gitu. Udahlah anggep aja angin lalu nggak usah masukin hati," kata Laras menimpali.

Seketika aku ngerasa pengen marah, kesel, nangis, pokoknya lampiasin semua amarah aku denger perkataan Laras barusan. Langsung kubuka pintu dengan keras dan menghadap ke arah Laras.

"Kamu bilang apa barusan?! Bercanda? Bercanda itu dua-duanya seneng tapi kalo salah satu tersakiti itu namanya bukan berjanda lagi Ras, dan kamu nyuruh aku nggak usah masukin hati perkataannya kak Dirga? Orang mana yang nggak sakit hati digituin, di caci maki depan orang banyak, di remehkan depa orang banyak!" jawabku meluapkan amarah.

"Maksud gue nggak kayak gitu Rai gue cuma mau nenangin lo"

"Udah dong guys kenapa kita malah pada berantem," ucap Kara yang entah kenapa malah marah banget.

"Jangan cuma gara-gara si kutu kupret Dirga itu kita malah berantem kayak gini" lanjut Kara.

"Rai maafin gue ya, gara-gara gue ngasih dare ke elo yang aneh-aneh jadi bikin lo kayak gini," kata Ika merasa bersalah.

"Udalah ini juga salah aku yang baperan, toh yang di ucapin kak Dirga bener aku emang cupu, kampungan" ucapku.

"Nggak Rai lo tuh sebenarnya manis, manis banget malah. Ya emang sih gaya lo cupu dan agak kusem," kata Aya memperhatikan penampilanku.

Kenapa sih nih orang kalo ngomong jujur banget.

"Kok kamu gitu sih! Niatnya mau muji aku apa nambah-nambahin caciannya kak Dirga" kataku yang kesel dengan ucapannya Aya.

"Ya sory Rai kan penilaian gue jujur apa adanya," kata Aya sambil nyengir ala topeng monyet.

"Kalo kejujuran kamu nyakitin orang mending nggak usah jujur" jawabku judes ke arah Aya.

"Aaaaaa......kalian sosweet banget sih gue kan jadi baper," Sarah yang emang dari tadi cuma jadi penonton. Tiba-tiba dia narik tangan aku dan meluk aku erat banget kayak mau nyekik. Emang dari dulu nih anak paling gaje :V

"Gue juga pengen," kata Ika yang langsung gabung berpelukan.

"Gue juga," kata Aya, Kara, dan Laras. Akhirnya kita semua pada mode melo peluk-pelukan ala teletubis.

Alay banget kan?

* * *

Setelah kejadian yang drama banget tadi di sekolahan Raina pulang dengan langkah gontai. Sesampainya di dalem rumah mamah Raina udah nunggu di depan sofa.

"Ya Tuhan apalagi ini" batinku yang udah capek banget.

Raina melangkahkan kakinya tanpa memperdulikan mamanya yang dari tadi memperhatikan Raina kayak mau makan Raina hidup-hidup.

"Raina"

"Ya ma ada apa?"

"Tadi Raisa bilang kamu buat onar di sekolahan sama anak pemilik sekolah," tanya Astrid mengintimindasi.

"Bukan Raina ma yang bikin onar, Raina cuma main bareng temen-temen Raina. Raina nggak maksud bikin onar sama dia," jawabku yang coba menghindari perdebatan yang aku rasa bakalan panjang.

"Kamu nggak usah ngeles, kamu kira mama bakalan percaya sama kamu ketimbang sama kakak kamu. Mama itu tau kalo kamu biang onar dari dulu. Kenapa sih kamu nggak bisa kayak Raisa kakak kamu," ucap Astrid yang nggak mikirin perasaan Raina sama sekali.

"Terserah mama, kalo Raina jelasin mama juga nggak bakalan percaya dan tetep nyalahin Raina" jawabku jengah.

"Apa? Berani ya kamu sama mama, siapa yang ngajarin kamu nggak sopan sama orang tua," kata Astrid marah.

"Emang kenapa? Dari dulu emang gitu kan? Mama selalu nyalahin Raina, selalu banding-bandingin Reina sama kak Raisa, Reina capek mah, Reina juga pengen di sayang kayak kak Raisa, disini tuh Raina kayak anak tiri ma"

Plaaak....!!!

Suara tamparan yang terdengar nyaring. Telapak tangan Astrid mendarat sempurna di pipi Raina.

Raina memegangi pipinya yang sudah memerah dan terasa perih, tapi rasa sakit itu nggak sebanding sama rasa sakit yang ada di hati Raina.

"Kamu bener-bener anak nggak tau diri," kata Astrid yang nunjuk-nunjuk kearah Raina dengan marah.

"Kenapa malah mama yang marah di sini aku yang tersakiti" batin Raina.

Raina lari menuju kamarnya. Ditutupnya pintu lalu dikunci. Raina berjalan kearah ranjang dan menghempaskan tubuhnya. Raina memupukul bantal dan berguling-guling di atas ranjang sampai puas meluapkan emosinya.

"Oh Tuhan rencana macam apa yang kau buat untukku? Dalam satu hari aku udah dapat ciuman plus tamparan. Takdir macam apa ini? Kenapa hidupku sesinetron ini Tuhan!" kataku lirih dan memelas.

* * *

Gimana nih sama part ini ?

Udah dapet feelnya belom, maaf ya kalo drama banget, jelek dan alurnya nggak jelas.

Tapi jangan lupa tetep vote and coment ya........

Love You 💜💜

See You Next Part

Tertanda RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang