Part 15

246 54 64
                                    

Raina menggeliat dalam tidurnya. Kepalanya sangat pusing dan tubuhnya terasa sakit semua. Mata gadis itu mengitari sekitar.

"Aku ketiduran di lantai dan gak ada yang mau mindahin atau sekedar ngasih selimut gitu" ucap Raina miris.

"Baru bangun kamu? Dasar anak pemalas. Jam berapa ini?," teguran itu berasal dari Bagaskara.

"Maaf pah, badan Raina sakit semua. Raina izin gak sekolah hari ini boleh?"

"Nggak! Mau jadi apa kamu kalo sekolah saja tidak mau. Cepat pergi ke sekolah. Masih untung papa mau menyekolahkan kamu setelah mengetahui kelakuan kamu, jadi jangan malas-malasan!."

Tidak lihatkah papanya dengan keadaan Raina. Mata gadis itu masih memerah bengkak dan sembab, bahkan wajahnya saja sangat pucat.

Raina tertatih menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Tak butuh waktu lama bagi Raina untuk bersiap-siap, kini gadis itu sudah selesai mengenakan seragam sekolahnya.

"Pah aku boleh bareng papa ya" pinta Raina pada Bagaskara.

"Nggak. Kamu berangkat sendiri" ucap Bagaskara sinis dan langsung pergi dari hadapan Raina.

Setelah kepergian Bagaskara, Astrid menghampiri Raina dan memberi gadis itu kotak bekal.

"Kamu makan nanti di sekolahan" ucap Astrid sambil menyodorkan kotak bekal.

Raina mendongak menatap mamanya.

"Papa kamu nggak ngebolehin mama sama Raisa buat bantu kamu waktu itu, jadi mama diam-diam buatin kamu bekal. Mama juga gak mau kamu sakit"

Raina tersenyum tipis mendengar perkataan mamanya. Walaupun Astrid terkesan tak perduli dengan Raina, tapi setidaknya mamanya itu masih punya rasa khawatir terhadapnya. Itu sudah cukup membuat hati Raina menghangat.

"Makasih ma" ucap Raina tulus.

***

Sesampainya di sekolahan Raina langsung saja di hukum berdiri di tengah lapangan sambil hormat sampai jam pelajaran pertama selesai karena ini sekian kalinya ia terlambat.

Keringat sudah bercucuran di dahi gadis itu. Kepalanya pusing, matanya sudah mengabur. Raina belum sarapan dari pagi dan memang badannya sudah tak enak, sekarang malah di tambah dirinya harus berdiri ditengah lapangan dengan matahari yang sudah semakin terik.

Raina sudah oleng ingin ambruk tapi masih berusaha menjaga kesadarannya, tapi beberapa saat kemudian seuara gedebug benturan tubuh gadis itu dengan tanah terdengar nyaring. Raina pingsan karena tak bisa menahan rasa pusing di kepalanya.

Di dalam UKS seorang cowok tengah memperhatikan gadis yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Mata cowok itu tak lepas dari sana. Terus menatap lurus seoalah jika ia mengalihkan pandangan, gadis yang ada di hadapannya akan menghilang.

Suara erangan pelan terdengar dari mulut kecil itu.

Raina mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu memegangi kepalanya yang masih terasa pusing walau tak sepusing tadi. Raina masih belum sadar jika ia tak sendirian di ruangan itu, sampai sebuah suara menyadarkannya.

"Masih pusing?"

Raina berubah menjadi gelisah dan tak nyaman saat mengetahui siapa yang ada bersamanya saat ini. Gadis itu berusaha turun dari ranjang UKS dan bergegas menuju pintu, tapi sayangnya pintu itu terkunci. Raina sudah ingin menangis, mata gadis itu sudah berkaca-kaca. Ingatannya tentang hari itu masih melekat nyata. Tentu saja masih melekat, itu kan baru kemarin.

"K-kak buka pintunya" pinta Raina dengan suara bergetar.

"Cih. Gak usah sok takut lo sama gue. Kemarin itu karena gue lagi nafsu aja sama Melisya tapi malah lo ganggu. Ya jadinya gue lampiasin ke elo. Kalo lagi keadaan sadar kayak gini mana mau gue sama lo" ucap Dirga tak berperasaan.

Tertanda RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang