"Hati-hati Sa," ucapan penuh perhatian itu tentu saja muncul dari Dirga yang sedang memapah Raisa kedalam mobil.
Raina hanya memperhatikannya saja, bersender pada pintu mobil belakang. Mata gadis itu hanya fokus mengikuti gerak-gerik kedua manusia di depannya. Sebenarnya Raina benar-benar tak ingin muncul di depan kakaknya, tapi paksaan si jahanam Dirga yang membuatnya terpaksa ikut.
"Rai bukain pintu."
Raina menatap Dirga malas. Kenapa harus dia yang membukakan pintu. Padahal tangan cowok itu yang tidak memegang Raisa bisa di gunakan untuk membuka pintu. Walau sangat malas, Raina tetap saja menuruti perintah Dirga.
"Pintu depan Rai. Bukan pintu belakang."
Raina membanting pintu mobil Dirga. "Buka sendiri. Gue mau pulang naik taksi."
"Rai tunggu! Hei! Lo mau kemana?!" Teriak Dirga yang melihat Raina berjalan menjauh.
"Kejar dia Ga."
"Hah? Terus gue harus ninggalin lo sendirian di sini gitu? Nggak ya Sa."
"Gak pa-pa. Ada dia yang bisa nemenin gue." Tunjuk Raisa pada cowok yang baru saja datang.
Dirga menatap Revan dingin, sedangkan Revan hanya cuwek saja dengan sikap Dirga.
"Kenapa lo muncul dimana-mana sih!"
Revan mengangkat sebelah alisnya. "Apa?" Lalu beralih menatap Raisa. "Kenapa masih di sini?" Tanya Revan pada Raisa.
"Raina ngambek pacarnya lebih perhatian ke gue," jawab Raisa dengan kekehan kecil.
"Emang Raina mana?"
"Pergi. Mau naik taksi aja katanya."
"Yaudah biar gue aja yang nyusul."
Dirga dengan cepat menahan bahu Revan. "Dia pacar gue. Biar gue yang urus," ucap Dirga penuh dengan nada kepemilikan. Setelahnya Dirga melemparkan kunci mobilnya pada Revan, lalu berlari kecil mengejar Raina.
Raisa yang melihat tingkah Dirga hanya bisa tersenyum kecil.
"Lo nggak pa-pa?"
Raisa beralih menatap Revan. "Emangnya gue kenapa?"
"Dirga sama Raina."
Raisa menghembuskan napas, lalu tersenyum kembali. "Gue ikut seneng lihat mereka."
Revan hanya memperhatikan lekat ekspresi wajah Raisa, mencoba mencari jawaban dari raut wajah gadis ini.
"Sa."
"Hm?"
"Bukan gue yang hamilin Gladis."
Pernyataan Revan yang tiba-tiba gitu membuat Raisa terpaku sejenak. Pikirannya kembali pada masa-masa kelamnya dulu.
"Sa."
"Lo bajingan Van. Udah ngehamilin sahabat gue, dan sekarang lo nggak mau ngaku."
"Gue berani sumpah bukan gue yang hamilin dia. Gue nggak pernah sedikitpun nyentuh dia."
"Terus, gue bakal percaya gitu?"
"Sa..."
"Stop Van. Gue mau pulang. Kalo lo nggak mau nganter, gue bisa pulang sendiri."
"Sa please. Gladis bukan cewek sebaik yang lo pikir."
"Maksud lo? Dia cewek murahan yang bisa tidur sama siapa aja gitu?! Gue bakal tetep percaya sama Gladis daripada sama lo," amuk Raisa yang tak terima sahabatnya dijelek-jelekkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda R
Genç KurguNggak maksa buat follow, tapi nggak mau pura-pura kepencet gitu? Hehe. Selayaknya bunga yang butuh waktu untuk mekar tapi belum tentu akan mekar dengan sempurna atau malah gugur sebelum waktunya. Dan aku seperti bunga itu. Kelopakku gugur sebelum...