28

29.8K 1.1K 98
                                    

Happy Reading and Enjoy
..
..
..
..
..

Sebuah mobil berwarna silver terlihat memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti. Nampak pengemudi dengan kaca mata bertengger dipangkal hidungnya itu keluar dan langsung memasuki rumah tanpa memberi salam ataupun sekedar mengetuk pintu.

Lelaki dengan pandangan congkak itu melihat sekitar ruangan penuh telisik. Sampai akhirnya terhenti pada seorang wanita yang sedang memangku bayi di taman belakang rumah. Kaki jenjangnya melangkah membawanya menuju ke sana.

"Ekhem!" dehemnya membuat Ilona mengalihkan atensi dari bayi dalam pangkuannya.

"Aldo, kapan lo dateng?" Ilona bertanya dengan kerutan samar di kedua alisnya.

"Tadi gue terbang dari depan ke sini" katanya jenaka. Ilona berdecih kemudian kembali mengalikan pandangannya kepada si buah hati.

Aldo ikut mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Ilona. Melepas kacamata dengan gaya slow motion lalu menaruhnya dikancing kemeja teratas. Ilona bergidik, melirik apa yang baru saja laki-laki itu lakukan.

"Kok lo kaya jamet sih" cibir Ilona seraya melirik malas empu di sampingnya.

"Bukan gue yang kaya jamet, tapi lo yang gak tau fashion!" ujar Aldo lalu mencebikkan bibir kesal. Tentu Ilona semakin bergidik melihat itu. Akhirnya ia memilih pergi dari sana sembari menggendong baby Adnan.

"Mau kemana lo!" serunya kepada Ilona.

"Bentar!" kemudian tubuh Ilona hilang tertelan tembok penghalang. Aldo menyandarkan punggungnya disandaran kursi. Memejamkan mata, menarik nafas dalam menikmati semilir angin yang berhembus sejuk.

"Kamu!" sontak mata Aldo terbuka lebar mendengar sentakan itu. Diambang pintu sana berdiri Yudi dengan tangan berkacak pinggang tak lupa sorot mata tajam mengintimidasi.

Aldo pun berdiri. "Halo, om Yudi" sapanya diakhiri cengiran kikuk.

"Ngapain kamu kesini! Pasti kamu mata-matanya Renan si bajingan itu kan?!" Aldo membelalakkan mata seraya menggelengkan kepala kuat. Kedua tangannya ikut bergerak cepat seakan tak setuju dengan tuduhan yang melayang padanya.

"Om ngadi-ngadi ah. Aldo kesini emang disuruh sama anak om kok, bukan mata-matanya si bangsat Renan" ujarnya ikut menjelekkan bosnya.

"Jangan bo--" ucapan Yudi terpotong begitu Ilona berkata "Ada apa sih ribut-ribut"

"Itu anak buahnya Renan kesini, bener kamu yang suruh?" tanya Yudi mendapat anggukan benar dari Ilona. Yudi melirik Aldo sejenak, meneliti pemuda itu dari atas hingga bawah lalu geleng-geleng kepala.

"Dimana Adnan?" Yudi kembali bertanya pada Ilona. "Di kamar sama Mama". Setelah mendengar jawabannya, Yudi lantas pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Ilona berjalan mendekati Aldo lalu meletakkan nampan berisi kopi dan beberapa cemilan. "Bokap lo serem banget anjir!" Aldo berbisik seraya mengedarkan pandang was-was. Ilona terkekeh lantas duduk dikursinya tadi. Setelah beberapa menit mereka terdiam akhirnya Ilona membuka suara penuh keseriusan. "Tolong lo urus surat cerai gue"

***

"Bodoh!" Satu kata keluar diikuti suara pecahan kaca dan beberapa barang lainnya. Di ruangan lembab berhiaskan banyaknya sarang laba-laba dipojokan dan dilangit-langitnya itu berisi dua menusia berbeda kelamin dengan sang wanita yang menjadi bos.

Tatapan nyalang disertai nafas memburu tak segan jika harus membunuh siapa saja yang berani padanya.

Lihat saja, ditangan kanannya terdapat senjata api berisi peluru full yang siap memecahkan kepala. Siapa sangka, paras ayunya ternyata hanyalah topeng untuk menutupi kebusukannya.

Dasar penipu! Wajah good looking tak menjamin berhati suci, begitu pula sebaliknya. Jangan menilai orang dari penampilan.

"Saya tidak mau mendengar kegagalan untuk kedua kalinya, atau kepalamu akan pecah dengan satu kali tembakan dari pistol ini" ucapnya seraya menodongkan pistol tepat pada kepala si pria.

Mata menyipit menyelaraskan lubang senjata dengan dahi pria yang terlihat sangat ketakutan di depannya. Namun tak berapa lama bukan suara tembakan yang terdengar melainkan suara tawa puas dari wanita itu.

Dia berhasil membuat anak buahnya menggigil ketakutan hanya karena todongan pistol. Sungguh, ekspresi yang sangat lucu, menurutnya. Ah, dia jadi membayangkan ekspresi itu berada di raut wajah musuhnya. Tawa kembali terdengar nyaring mengisi ruangan lembab dan kotor itu.

"Kerjakan secepatnya. Jangan menelfon sebelum saya mendengar berita kematiannya" katanya penuh kelembutan. Tak urung pria itu menghela nafas penuh kelegaan. Ia bersyukur setidaknya nyawanya tak melayang dengan percuma hari ini.

"Kalau begitu saya izin undur diri, bos" ucap pria itu lalu melengos pergi setelah mendapat persetujuan dari bosnya.

Sekarang wanita itu hanya berteman sepi, bibirnya semakin mengembangkan senyum senang. Dipikirannya terus terputar bagaimana reaksi Ilona kala ditodong senjata api oleh orang suruhannya. Pasti menyenangkan jika ia menyaksikannya langsung.

"Ah, nggak sabarnya"

—————————
Alhamdulillah update lagi..
Bosok up?
Plis spam komen 'next'

See u
Baiiiiiii

The Wife (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang