Suara jeritan, raungan dan makian tak henti-hentinya keluar dari mulut Leesya. Setelah tak sadarkan diri selama seminggu pasca kecelakaan yang mengakibatkan anaknya meninggal dunia karena keguguran. Leesya seperti orang yang kehilangan kewarasan.
Luis dan Hendra sebagai orang tua Leesya tak tega melihat anak semata wayangnya menjadi tidak terkontrol seperti itu. Apalagi menantunya, Renan sampai detik ini belum sadarkan diri dari koma.
Musibah yang berat, Luis hanya bisa menangis melihat para suster yang mencoba menenangkan Leesya dengan menyuntikkan obat penenang secara paksa.
"Pi anak kita Pi" Luis terisak dipelukan Hendra.
"Tenang Mi, sabar. Lambat laun anak kita bakalan sadar dan sehat seperti biasa" ujar Hendra menenangkan istrinya.
Luis mengangguk mencoba yakin dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Dalam hati ia berdoa semoga anak dan menantunya segera diberi kesehatan oleh Tuhan.
"Mohon maaf Bapak, Ibu pasien membutuhkan jam istirahat dan tidak bisa di ganggu. Bapak dan Ibu bisa menunggu di luar saja" ujar seorang suster. Luis dan Hendra menyetujui, merekapun keluar dari ruangan Leesya dan memilih menunggu dikursi tunggu.
"Pi, kalau Leesya gak bisa pulih gimana Pi?" tangis Luis semakin menjadi.
"Stt, gak boleh ngomong gitu Mi. Kita harus tetap optimis" pungkas Hendra kemudian meraih Luis ke dalam dekapannya.
Dari bangsal sebrang seorang dokter baru saja keluar dari kamar rawat Renan, lagi-lagi menggerakkan rasa penasaran Luis dan Hendra tentang perkembangan kesehatan dari menantunya itu. Mereka buru-buru bangkit dan mendekati Dokter lalu bertanya.
"Dokter bagaimana keadaan menantu saya?" tanya Hendra kepada Dokter Fajar.
"Alhamdulillah, Pak Renan sudah melewati masa kritisnya. Perkembangan yang cukup bagus, namun saat ini pasien belum bisa dijenguk." jelas dokter Fajar. Hendra dan Luis menghela napas lega. Berucap syukur dalam hati setidaknya Renan telah melewati masa kritisnya.
"Terimakasih Dokter"
"Sama-sama, saya duluan ya" Dokter Fajar pun pergi.
Sesaat setelah itu tiba-tiba dari koridor kanan Fadi dan Linata datang. Raut wajah keduanya tampak panik.
"Dimana anak saya!!" seru Linata begitu sampai di depan Luis dan Hendra. Sembari bercucuran air mata, Linata menunggu jawaban dari kedua orang di depannya dengan harap-harap resah.
"Bisa-bisanya kalian baru menghubungi kami setelah apa yang terjadi pada Renan seminggu yang lalu!!" sarkas Linata marah. Fadi langsung menarik Linata untuk menenangkannya.
Luis ataupun Hendra tak bergeming, mereka hanya bisa diam mendengar cercaan dari besannya itu.
"Kondisi Renan sudah lebih baik. Baru saja Dokter Fajar memeriksanya, katanya Renan sudah melewati masa kritis tapi belum bisa dijenguk" akhirnya Hendra buka suara untuk menjelaskan keadaan Renan.
"Cucu kalian tidak terselamatkan" ujar tiba-tiba Mami Leesya. Hal itu sontak mendapat perhatian Fadi serta Linata yang menuntut penjelasan lebih.
"Apa maksudnya" tanya Fadi.
"Leesya keguguran" ungkap Hendra dengan suara lirih karena tak kuasa menahan kesedihan. Linata dan Fadi saling menatap. Setelah itu terjadi keheningan.
Sampai akhirnya malam pun tiba. Fadi dan Linata sudah diperbolehkan masuk menjenguk anak mereka. Sedangkan Luis dan Hendra memilih kembali ke kursi tunggu ruangan Leesya, meskipun ruangan keduanya hanya berhadapan saja.
"Renan... Sayang bangun ini Bunda sama Ayah di sini" Linata menggenggam satu tangan Renan yang bebas infus seraya mengusap rambut Renan yang tampak panjang.
Tak ada respon apapun, Renan masih memejamkan mata. Hanya alat Elektrokardiogram yang berbunyi menembus kesunyian seolah menjawab kekhawatiran Linata.
Cklek
Atensi mereka beralih pada sumber suara. Kenan baru saja masuk bersama satu orang temannya. Linata dan Fadi langsung terkejut.
"Leon?" Fadi dan Linata kembali berpandangan betanya-tanya bagaimana Leon bisa ada disini?
Adik dari Ilona itu hanya menyunggingkan senyum sembari menyapa.
"Om, Tante ini Leon bawakan parsel buat Kak Renan" ujarnya seraya mengulurkan parsel kepada Linata.
"O-oh iya Leon terimakasih" diterimanya barang itu dan diletakkan di atas nakas. Leon mengamati wajah Renan yang begitu pucat pasi. Banyak bekas goresan dan lebam besar di dahi lelaki yang sedang terbaring lemah itu.
"Semoga Kak Renan cepat pulih ya Om, Tante" kata Leon.
"Leon?" panggil Fadi.
"Apa kamu datang ke sini bersama Kakakmu?" lanjutnya.
"Kak Ilona maksud Om?" Leon menarik napas lalu menghelanya.
"Sampai sekarangpun aku sendiri belum ketemu sama Kakak"
Wajah Fadi berangsur lesu, ia sangat berharap kedatangan Leon ke sini membawa setitik harapan akan keberadaan Ilona sekarang. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan.
Drtt
Drtt"Maaf Om, Tante, Kenan aku keluar sebentar ada telfon" Leon langsung mengayunkan kakinya keluar ruangan untuk menjawab panggilan.
"Halo"
"..."
"Lakukan, saya ingin Renan mati secepatnya"
--------------------------------------
BersambungMaaf kalau prik banget alurnya ya ges yaa soalnya ini otak rada rada ngawur jugakkk.
Semoga kalian suka
See u next chapter
Baiiii

KAMU SEDANG MEMBACA
The Wife (Lengkap)
RomancePemberitahuan 🎤 -Cerita sudah banyak revisi alur, mohon maaf jika tidak sama dengan sebelumnya. - Cerita ini murni dari imajinasi saya, jika terdapat beberapa kesamaan nama tokoh dan tempat tidak disengaja. - Tidak suka dengan ceritanya langsung...