8

40.2K 1.6K 5
                                    

Happy Reading and Enjoy
..
..

..
..

Pintu terbuka, seorang lelaki segera beranjak manakala wanita yang ditungguinya keluar dari balik pintu periksa.

"Maaf jadi ngrepotin dan makasih banget udah nganterin ke sini" kata wanita itu tidak enak hati.

"Iya santai, ga papa kok" Adit mengulas senyum menampakan kedua lesung pipit yang menghiasi pipinya. Ilona tertegun sejenak, menyadari ketampanan Adit ketika lelaki itu tersenyum. Gelenjar aneh terasa hingga bibirnya berkedut membalas senyum menawan Adit.

Jika kalian tanya kenapa Adit bisa bersama Ilona di rumah sakit maka jawabannya adalah Ilona pingsan saat mereka sedang survey rumah yang akan dibelinya.

"Maaf bukannya ngusir, kamu pulang duluan gak papa kok. Saya ada urusan mendadak dan untuk masalah rumah tolong kamu urus yang rumah pertama kita survey tadi ya"

"Masalah rumah kamu tenang aja, tapi benar kamu nggak papa saya tinggal?" Adit sedikit ragu meninggalkan kliennya ini. Mengingat beberapa waktu lalu Ilona jatuh tidak sadarkan diri tepat disampingnya membuat ia panik.

Ilona mengangguk meyakinkan jika ia sekarang sudah baik-baik saja. Adit menghela napas. "Baik kalau begitu saya duluan soalnya beberapa saat lagi saya ada meeting"

"Jaga diri kamu" kata Adit kemudian melangkah pergi, tinggallah Ilona yang hanya memandang udara kosong. Ia harus memastikan sesuatu mumpung masih di rumah sakit. Benar, Ilona akan pergi ke Dokter kandungan untuk memastikan kehamilannya.

***
Wajah murung berhias pucat, pandangan kebawah lesu benar-benar bukan seperti Renan yang selama ini adalah sosok yang penuh wibawa dan sangar.

Linata memandang Renan dari ambang pintu kamar dengan perasan iba. Kepergian Ilona benar-benar membuat dunia putranya kacau balau. Jika saja Renan bisa menghalau godaan setan sedikit saja mungkin sekarang putranya sedang menuruti kemauan istrinya yang sedang hamil muda. Mungkin?

Membahas soal hamil, Linata sangat berharap jika menantunya benar sedang mengandung benih Renan. Tetapi Linata juga merasa kasihan jika Ilona benar sedang mengandung, betapa sulit menghadapi masa kehamilan seorang diri. Siapa yang akan memenuhi keinginanya saat mengidam?

"Ilona dimana kamu nak? Tolong kembali ke rumah" cicit Linata sedih.

"Bun aku berangkat" suara Kenan terdengar, Linata mengalihkan pandangannya pada putra bungsu keluarga Denandra. Hari ini Kenan ada lomba olimpiade matematika yang akan diselenggarakan di Kota Bandung.

"Hati-hati ya sayang, berusaha semampu kamu, jangan terlalu memaksa" Linata mengusap rambut Kenan sayang. Kenan mengangguk kemudian menyalami tangan Linata.

"Udah?" Fadi menghampiri, lelaki paruh baya itu akan mengantarkan Kenan ke sekolahnya karena memang Kenan berangkat bersama guru pendampingnya.

"Bentar aku pamit sama Kak Renan dulu" Kenan segera menghampiri Renan yang bersandar di kepala ranjang.

"Kak" panggil Kenan.

"Hm"

"Gue berangkat olimpiade ke Bandung. Tolong jangan nyiksa diri lo sendiri kaya gini Kak" ucapan Kenan tak mendapat respon dari Renan. Lelaki dengan kantung mata mulai menghitam itu hanya diam membisu tanpa berniat menimpali ucapan sang adik.

"Yaudah gue berangkat. Jangan lupa tidur terus makan sama minum air putih yang banyak. Kantung mata lo mulai menghitam tuh, nanti kalo Kak Ilona pulang liat lo kaya gini bisa-bisa dia kabur ketakutan" Seketika Renan mendongak, ada benarnya juga kata adiknya ini.

"Bun! Bunda!" panggil Renan segera.

"Kenapa? ada apa Re? Dimana yang sakit nak?!" Linata datang tergesa takut ada apa-apa dengan Renan.

"Enggak ada yang sakit kok bun. Renan mau makan tapi tolong suapin" pinta lelaki itu. Kenan melongo tidak percaya kepada sikap Kakaknya yang begitu labil dan kekanakan.

"Oh iya tentu sayang. Bentar, Bunda ambilin dulu" Ibu dari dua bersaudara itu langsung ngacir ke dapur untuk mengambilkan sarapan putra sulungnya.

Fadi yang sedari tadi diam pun angkat bicara. "Renan, ayah sudah kerahin semua bawahan kamu untuk lacak dan cari istrimu"

Renan yang mendengar itu langsung berbinar. Mengapa hal itu tidak terpikirkan sama sekali di otaknya?

"Beneran yah?"

"Iya Renan. Yaudah kamu makan yang banyak. Ayah mau anterin nih anak satu ke sekolahan" Renan mengacungkan jempol seraya mengangguk patuh.

"Yuk Nan" ajak Fadi kepada Kenan.

"Gue barangkat Kak. Btw jangan lupa doain gue biar menang"

"Iyee anak bontot"

***
Dua minggu kemudian...

Rumah minimalis dua tingkat bercat putih itu sudah Ilona tempati sejak beberapa hari yang lalu. Ilona memperkerjakan sepasang suami istri untuk menjadi pembantu dan satpam.

Sebut saja Bi Mirna dan Pak Alim. Sebelumnya mereka bekerja di rumah Adit namun karena Ilona tinggal seorang diri, Adit menyarankan kepada Ilona untuk mempekerjakan pasutri itu dan untuk gaji Adit yang tetap menanggung. Sungguh baik bukan?

Awalnya Ilona menolak, bagaiman bisa ia yang mempekerjakan, orang lain yang membayar gaji. Tapi Adit keras kepala tidak menerima penolakan. Alhasil Ilona pasrah saja.

"Non mau Bibi pijitin?" tawar Bi Mirna.

"Boleh Bi" Bi Mirna kemudian ikut duduk di sofa dekat Ilona. Memangku kaki majikannya itu lalu memijit-mijit pelan.

"Maaf Non, bukannya nggak sopan Bibi tanya kaya gini, tapi kenapa Non nggak pacaran aja sama mas Adit? Saya liat mas Adit kaya ada sesuatu gitu sama Non Ilona" Ilona diam-diam terkejut mendengar ucapan Bi Mirna.

Sekelebat bayangan Renan muncul ketika lelaki itu memandang dengan penuh cinta padanya serta senyum tulus yang tak luput dari bibirnya membuat hati Ilona terasa berdenyut ngilu.

"Aku udah bersuami Bi" sahut Ilona lirih.

"Astagfirullahalajim! Maaf Non maaf, maaf Bibi nggak tau!" Bi Mirna terperanjat sampai-sampai matanya melotot tidak percaya.

"Tolong maafkan Bibi Non. Tolong jangan pecat Bibi" Bi Mirna menyatukan kedua tangan memohon ampun. Ilona meraih tangan bi Mirna lalu berkata "Mau dengar cerita?"

--------

Finish part 8
Lanjut besok ya gengs

Jangan lupa follownya
VOTE dan KOMEN

Sampai disini dulu perbacotan hari ini.. See you next chapter!

Baaaaaiiii!!!

The Wife (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang