🍁38. Mengukir senyum🍁

34 3 14
                                    

⚠️Please don't copy this story⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Selamat membaca...

***

Biarkan saja jarak memisahkan raga kita asal bukan cinta kita.

Raushan Syauqy Bariq
'Love Marriage Syauqy & Yumna'

By: ©jannah sha

🌼🌼🌼🌼

(Sauqy point of view)
...

Seorang pria tua menjatuhkan kotak berisi kue tart berukuran sedang. Tangannya seketika bergetar, wajahnya menatap nanar ke arah kotak berwarna merah jambu di hadapannya. Pria itu Membungkukkan badan meraih kotak kue yang isinya telah berceceran di tepi jalan. Bulir air mata mulai membasahi pipi. Rasa menyesal mendominasi pancaran matanya. Sesaat pria tua itu menatap nanar ke arah pengendara motor yang tidak sengaja menyenggol lengannya. Ruam merah menghiasi lengan dan siku pria tua itu.

Aku yang melihat insiden tersebut, memacu kaki menghampiri pria tua itu.

", daijōbudesuka?" Tanyaku, menggunakan bahasa Jepang yang berarti kurang lebih, 'apakah anda baik-baik saja?'

Pria tua itu menganggukkan kepala. Sesekali beliau mendesis menahan perih luka di sikunya. Aku mengajak beliau duduk terlebih dahulu di kursi di tepi trotoar. Karena jarak toko Abi dekat, terlebih dahulu aku mengambil kotak P3K. Setelah itu aku mengobati luka beliau.

"Terimakasih. Maaf, jadi merepotkan kamu anak muda." Ujar beliau.

Aku mengulas senyum. "Anda orang Indonesia?" Tanyaku.

Beliau mengangguk seraya tersenyum. "Benar, saya orang Palembang. Merantau sejak anak pertama saya berusia delapan belas tahun. Istri saya orang blasteran Indonesia dan jepang." Jelas beliau tanpa aku pinta. Pria tua itu merogoh saku celana meraih dompet, kemudian menunjukkan sebuah foto ke arahku. "Itu anak saya. Seumuran denganmu." lanjut beliau.

Kedua mataku membulat ketika mengenali siapa sosok di dalam foto tersebut.

Zafran? Batinku.

"Ada apa, anak muda? kamu mengenalnya?" Tanya beliau.

Aku tersenyum simpul seraya menganggukkan kepala. "Zafran, dia teman kuliah saya. Satu jurusan dan satu kelas juga." Jawabku.

Bibir pria tua itu membulat. "Oh, begitu. Takdir Allah, memang tiada yang mengira." Kata beliau sambil mengusap punggungku.

"Hhhh.., senang rasanya di negara asing bertemu orang yang dikenal." Lanjut beliau.

"Nama saya, Sauqy, Pak. Kalau Bapak?" Tanyaku.

"Rafli."

Pria paruh baya bernama Rafli itu kemudian menceritakan Tentang kisah hidupnya yang berakhir di negara orang. Aku dengan ta'zim menyimak cerita beliau.

"Dulu, saya punya bisnis rumah makan. Tapi gulung tikar karena persaingan tidak sehat. Tak lama setelah itu istri saya divonis mengidap penyakit diabetes. Saya menjual seluruh aset yang tersisa untuk pengobatannya. Lalu, Khalil, anak pertama saya, dia mendapatkan pekerjaan tak lama dari studi sarjananya. Hingga akhirnya dia dipindah ke cabang Jepang. Dia memboyong kami semua ke negara ini dan membukakan bisnis rumah makan Indonesia di sini." Beliau tersenyum masam.

LOMASY - Love Marriage Sauqy & Yumna--FinishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang